"Selain di Mamboro, di Parigi juga sudah ada dan kedepannya semua kabupaten akan dibuatkan" kata Gubernur Sulteng, Drs H.Longki Djanggola, M.Si kepada Jurnalsulteng.com, Jum'at (10/7/2015).
Dikatakannya, tambak di Mamrboro telah menjadi percontohan bagi daerah lain yang kemudian akan kerjakan oleh masyarakat penambak. "Seperti di Mamboro yang akan langsung di kelola oleh kelompok-kelompok petani dan nelayan lokal." ujarnya.
Longki mengatakan, hal itu menjadi penting bagi masyarakat. Pasalnya, dengan luas tambak 400 meter persegi, teknologi tersebut mampu memproduksi 6,5 sampai 6,8 setiap kali panen nilai yang dihasilkan mencapai sekitar Rp270 juta, dengan nilai produksi tersebut para penambak bisa menambah perekonomiannya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (Kadis Kanlut) Sulteng, DR.Hasanudin Atjo kepada Jurnalsulteng.com mengatakan, potensi tambak di Sulteng dengan teknologi itu akan menambah tingkat perekonomian daerah yang kemudian menjadi replikator dari daerah lain.
"Sulteng (Mamboro) sebagai replikator pertama teknologi budidaya udang supra intensif yg ditemukan anak bangsa di Barru Sulsel (Sulawesi Selatan-red). Kemudian menyusul NusaTenggara Timur," ungkapnya.
Selain selain di Mamboro, teknologi tambak tersebut sudah ada di Parigi Moutong dan Tojo Unauna. Kemudian akan menyusul kabupaten lain. Di tahun 2016 teknologi ini kata Hasanudin, bakal menjadi program Nasional. Diberuntukan bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah denga dua kategori.
"Petani tambak kecil diarahkan ke semi intensif bukan supra intensif dan akan di intervensi oleh pemerintah," katanya.
Hasanudin Atjo menambahkan, untuk pelaku usaha lainnya, seperti kalangan kontraktor atau pengembang jasa dapat menjadikan teknologi tersebut menjadi usaha supra intensif sebagai usaha ekspansi, karena dengan kapabilitanya tentunya dapat mengakses modal dari perbankan.[***]
Wartawan; Mahbub
Edito; Sutrisno
0 komentar:
Posting Komentar