Reklamasi Teluk Palu. |
"Reklamasi dilakukan di lokasi yang secara alami telah mengalami pendangkalan dengan material dari hulu Sungai Poboya," kata Singgih B Prasetyo yang dilansir Antara, Rabu (24/2/2016) terkait pro-kontra reklamasi Teluk Palu.
Menurut Singgih, terjadinya pendangkalan secara alami di lokasi reklamasi tersbeut, maka secara otomatis menutup sebagian kecil ruang untuk air laut di pantai tersebut.
Tidak hanya itu, sebut dia, pendangkalan yang terjadi secara alami telah merusak habitat biota laut serta menyulitkan biota laut untuk berkembang di lokasi yang mengalami pendangkalan itu.
"Pendangkalan yang terjadi maka secara alami membuat biota dan habitatnya rusak serta tidak dapat berkembang, olehnya jika dilakukan reklamasi atau penimbunan pesisir pantai, maka hal itu karena memang pendangkalan yang telah terjadi," sebutnya.
PT. YPI sedng melakukan reklamasi di kawasan pesisir yang mengalami pendangkalan itu seluas sekitar 33 hektare atau berukuran panjang 1000 meter dan lebar yang menjorok ke laut sekitar 33 meter.
Namun demikian, kata dia, DPRP tidak menyuruh atau memerintahkan investor untuk melakukan reklamasi pantai di kelurahan tersebut, lewat surat yang dikeluarkannya.
Melainkan DPRP hanya mengeluarkan surat yang berisikan tentang Keterangan Rencana Kota (KRK) kepada pemohon pelaksana reklamasi pantai tersebut, yang isinya menyebut bahwa kawasan tersebut adalah kawasan wisata, ekonomi dan bisnis.
"DPRP hanya memberikan KRK, KRK menegaskan tentang peruntukan ruang, sehingga reklamasi dilakukan oleh investor harus mengacu pada peruntukan ruang," jelasnya.
Dirinya menegaskan jika reklamasi pantai yang dilakukan oleh PT. YPI diperuntukan untuk kegiatan yang tidak sesuai dengan peruntukan ruang yang tertera dalam RTRW Kota Palu, maka hal itu merupakan pelanggaran.
Olehnya KRK yang dikeluarkan oleh DPRP harus menjadi acuan oleh PT. YPI dalam peruntukan kegiatan di atas lokasi reklamasi yang dilakukannya untuk kesesuaian ruang. (***)
Sumber; Antara
0 komentar:
Posting Komentar