>
Headlines News :
Home » » Kenaikan Harga BBM Titipan Neoliberalisme

Kenaikan Harga BBM Titipan Neoliberalisme

Written By Unknown on Minggu, 29 Maret 2015 | 13.05.00

Oleh: Andrie Wawan Ms. Husen
Ilustrasi
Pada Tanggal 17 November lalu, Presiden Ke-7 Joko Widodo resmi mengumumkan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), Nilai kenaikannya cukup signifikan yatu sebesar Rp 2000,- untuk jenis premiun dan solar.

Jokowi menjelaskan, kenaikan harga BBM tidak bisa dihindarkan. Menurutnya, alokasi anggaran APBN untuk subsidi BBM terlalu besar dan cenderung boros. Jokowi dan Kabinetnya mencatat, dalam lima tahun terakhir ini, alokasi subsidi BBM mencapai Rp714 triliun. Sementara, pada periode yang sama, alokasi untuk pembangunan infrastruktur hanya Rp574 triliun dan sektor kesehatan sebesar Rp220 triliun.

Mengkambing-hitamkan subsidi BBM sebagai pemborosan dan mempersempit ruang fiskal pemerintah untuk membiayai programnya pembangunannya adalah sebuah penyesatan.  Yang dilupakan, subsidi BBM bukan satu-satunya pos belanja di APBN. Ironisnya lagi, ada pos belanja yang sangat boros dan merugikan negara yang justru tidak pernah disentuh: pertama, belanja rutin birokrasi, termasuk gaji pegawai, yang cukup tinggi; dan kedua, pembayaran cicilan dan bunga utang luar negeri, Dan untuk diketahui, sepanjang tahun 2005-2011, porsi pembayaran utang mencapai Rp 1.323,8 triliun.

Diwaktu dekat ini Pemerintahan Joko widodo akan menaikkan lagi harga Bahan Bakar Minyak, kebijakan ini dinilai bertentangan dengan situasi keekonomian yang tidak stabil, hal ini pula mendapat protes dari semua kalangan pasalnya kebutuhan layak hidup yang belum kondusif akan mengakibatkan kesenjangan social dan penderitaan kepada kelas menegah kebawah.

Selama ini pemerintah melihat persoalan subsidi BBM hanya sebagai bahan bakar untuk sektor transportasi saja. Mereka lupa bahwa subsidi BBM juga berkontribusi dalam menggerakkan aktivitas produksi, seperti industri, pertanian, nelayan, dan usaha kecil (UKM dan industri rumah tangga).

Subsidi BBM berkontribusi dalam meringangkan biaya produksi dan distribusi. Artinya, jika terjadi kenaikan harga BBM, maka aktivitas produksi tersebut akan mengalami gangguan akibat kenaikan biaya produksi dan distribusi.

Alhasil, jika terjadi kenaikan BBM, sektor-sektor produksi tersebut akan tergencet dan berpotensi gulung tikar. Wacana pengalihan subsidi BBM ke sektor produktif, seperti untuk infrastruktur pertanian, pembangkit listrik, pembiayaan program kelautan, dan pembangunan jalan baru, perlu diberondong pertanyaan kritis.

Pasalnya, wacana ini juga sangat getol disuarakan oleh Bank Dunia. Sebagaimana ditegaskan oleh petinggi Bank Dunia sendiri, investor asing berharap kenaikan harga BBM segera dilakukan pemerintah sehingga dana subsidi bisa dialihkan ke sektor infrastruktur.

Tentu saja, pembangunan infrastruktur yang dimaksud bertujuan untuk melayani proses akumulasi kapital. Apalagi, pada saat berpidato di Forum Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) lalu, Jokowi mengundang para investor asing untuk ambil-bagian dalam pembangunan infrastruktur di Indonesia.

Malahan, untuk menarik minat para investor asing tersebut, Jokowi menjanjikan kemudahan dalam perizinan dan pembebasan lahan. Artinya, penggusuran dan penyingkiran rakyat dari lahan penghidupannya akan dilakukan oleh rezim Jokowi-JK untuk memastikan kapital asing merasa nyaman mengakumulasi keuntungan di Indonesia.

Ketika Negara dalam keadaan difisit jurus negara terhadap solusi bangsa ini adalah menaikkan subsidi termasuk pemerintahan Joko Widodo-Jusup Kalla yang pada waktu proses kampaye mendengungkan konsep TRI SAKTI, menurut kami ini adalah langkah yang mengorbankan rakyat kelas bawah, apakah dinaikkan harga BBM merupakan solusi ?

Kami menilai bahwa pemerintahan Joko Widodo-Jusup Kalla sama saja dengan pemerintahan SBY-Boediyono, Solusi untuk bangsa ini adalah menegakkan Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 yaitu “Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”, artinya ketika negara mampu dan berani untuk menegakkan UUD 1945 maka segala permasalahan bangsa hari ini dapatlah dituntaskan.***
(Bagian 2 dari 4 tulisan/Bersambung)

Penulis adalah Dewan Pembina Ikatan Mahasiswa Perguruan Tinggi Swasta Sulawesi Tengah (IMPTST) dan Mahasiswa Fakultas Hukum Unismuh Palu 


Share this article :

0 komentar:

Jurnalsulteng.com on Facebook

 
Developed by : Darmanto.com
Copyright © 2016. JURNAL SULTENG - Tristar Mediatama - All Rights Reserved
Template by Creating Website
Proudly powered by Blogger