Menurutnya, dua hal paling penting dan mendasar jadi persoalan selama ini terjadi di internal partai. Karena partai tidak memiliki modal sendiri sehingga cendrung merekrut tanpa melihat kualitas seseorang, dan hanya melihat dari sisi kepemilikan modal saja. Sehingga partai tidak lagi mementingkan rakyat, tapi lebih mengutamakan balas jasa kepada si pemilik modal.
"Bila negara sudah membiayai partai, maka partai harus diberikan ketegasan soal kader dan rekrut kader, tidak asal rekrut," tegasnya, dalam siaran persnya, Selasa (10/3/2015).
Begitu juga dari sisi struktur partai mulai dari tingkat pusat sampai di desa. Struktur partai terkadang tinggal papan nama, tanpa memiliki lagi pengurus lengkap. Kenapa, karena partai tidak memiliki dana untuk merawat lembanganya sendiri, dengan kondisi seperti ini partai di Indonesia, tidak mungkin rakyat bisa mengharapkan kualitas demokrasi jadi baik.
Perlu disadari lanjutnya, bahwa partai politik adalah salah satu elemen bangsa yg menentukan arah, tujuan dan kualitas demokrasi dalam menentukan kepemimpinan baik nasional maupun tingkat paling bawah. (Baca Juga: Wacana "Hadiah" Rp1 Triliun untuk Parpol )
Walaupun disadari, bahwa Rp1 triliun setiap partai itu perlu pengawasan ketat dari negara untuk tdk terjadi penyalahgunaan dana. "Saya kira itu tugas BPK RI akan melakukan audit," sebutnya.
Menurut Talitti, penolakan LSM FITRA agar negara tidak membiayai partai sangatlah keliru. LSM FITRA harus berfikir jauh kedepan untuk sehatnya sebuah partai politik di Indonesia.
"LSM FITRA harus berfikir bahwa parpol ada lembaga politik yg diharapkan terus menjaga stabilitas politik dan demokrasi di Indonesia untuk pencapaian cita-cita bangsa.Parpol adalah lembaga yg melahirkan legislativ dan eksekutiv sehingga perlu kita pikirkan bersama. Dan kalau perlu kedepan ada perubahan konsep kepataian di Indonesia," pungkasnya. [Yus]
Editor: Sutrisno
0 komentar:
Posting Komentar