>
Headlines News :
Home » , » Aksi GAPURA Wajar, Sikap PENA 98 Dikecam

Aksi GAPURA Wajar, Sikap PENA 98 Dikecam

Written By Unknown on Senin, 30 Maret 2015 | 17.58.00

Yusuf Lakaseng
Palu, Jurnalsulteng.com- Sikap PENA 98 yang 'kebakaran jenggot' karena Gerakan Aktivis Palu Untuk Rakyat (Gapura) Sulteng  akan melakukan aksi menolak kedatangan Jokowi kembali menuai kecaman.
(Baca: PENA 98 Kebakaran Jenggot )

Setelah Ketua KPW Partai Rakyat Demokratik (PRD) Sulteng, Adi Prianto mengecam, kini giliran Yusuf Lakaseng aktivis yang juga mantan Ketua PRD Sulteng periode 2004-2006 itu,  ikut menyayangkan dan mengecam sikap PENA 98.

Yusuf mendukung aksi 'Mei menggugat' yang akan dilakukan GAPURA Sulteng.
Menurut Yusuf, aksi pra kondisi yang dilakukan GAPURA itu sebagai langkah kritis terhadap pemerintahan yang pro imprealisme. Karena sebagai negara yang demokratis, aksi tersebut masih dalam tataran yang wajar.

"Saya mendukung sikap GAPURA. Karena menurut saya, sikap itu wajar dan pantas dan harus didukung," kata Yusuf via Blackberry Massenger (BBM) kepada Jurnalsulteng.com, Senin (30/03/2015).

Yusuf mengatakan, tak perlu lagi memuja-muji pemerintahan saat ini. Pasalnya rezim Joko Widodo-Jusuf Kalla telah mencederai kepercayaan rakyat.

"Liat saja, belum 100 hari memerintah suda mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang mengakibatkan harga-harga naik dan rakyat yang menderita, padahal tren harga minyak dunia lagi turun terus," bebernya.

Mencabut total subsidi premium kata Yusuf, berarti menyerahkan harga pada mekanisme pasar, sehingga harga premium berfluktuasi dalam waktu yang singkat. Padahal kata dia, naik turunnya harga premium sangat berpengaruh pada inflasi serta naik turunnya harga barang.

Sementara dalam kebijakan pemberantasan korupsi kata Yusuf lagi, rezim Jokowi-JK justru membiarkan penghancuran Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Dimana lembaga yang selama ini menjadi tumpuan harapan rakyat untuk bisa meringkus para koruptor, justeru ada aroma pelumpuhan.

Sebagai sesama aktivis kata Yusuf, dirinya malu kalau hari ini masih mendukung pemerintahan Jokowi, karena itu sama dengan menghianati ideologi dan rasionalisme.

"Menurut saya pemerintahan ini tidak hanya cukup dikritik tapi sudah harus sampai tahap di-Lawan seperti yang dilakukan oleh teman-teman mahasiswa yang tergabung dalam GAPURA itu," tandas Yusuf.

Sebagai bentuk dukungan terhadap aksi GAPURA Sulteng, Yusuf menyimpulkan, bahwa Jokowi bukan harapan rakyat, tapi ilusi seperti kata kawan Wiji Thukul, hanya satu kata "Lawan".

"Kalau pemerintahan sebelumnya terkesan malu-malu menunjukan tendensi ideologi ekonominya yang liberal dan kapitalis. Tapi pemerintahan Jokowi-JK justru dengan bangga dan terang-terangan menunjukan bahwa mereka tidak hanya liberal kapitalistik, tapi ultra liberal kata lain dari sangat liberal," kritiknya.

Yusuf juga menilai pemerintahan inilah yang telah berkhianat pada ideologi dan program-program Tri Sakti. Soekarno pasti menangis dari dalam kuburnya melihat pemerintahan yang suda berkhianat pada konsep Tri Sakti dan menghianati amanat rakyat serta menambah pemderitaan rakyat.

"Ternyata jargon Tri Sakti itu hanya lipstik, hanya demagogi semata untuk mengilusi rakyat. Saya menyayangkan sikap Pena 98 yang reaktif berlebihan itu," sesalnya.

Sebagai aktivis kata Yusuf,  walaupun berada disisi pemerintahan sebagai pendukung, tapi bukan berarti kehilangan daya kritis dan obejektifitas. Mestinya dukungan yang diberikan haruslah dalam bentuk kritikal suport. Kalau pemerintahan baik harus di dukung.

"Kalau keliru ya harus di ingatkan, jangan malah jadi fanatik buta dan jadi penjaga kekuasaan tanpa syarat begitu. Yang salah itu sikap mereka (Pena 98-red) yang menganggap GAPURA tidak intelek. Kalau begitu apa bedanya dgn Ormas-ormas (Organisasi Masyarakat-red) pendukung Soeharto di jaman Orba (Orde Baru-red). Setiap ada kelompok yang mengkritik pemerintah Orba langsung dilabeli (diCap-red) sebagai komunis?" Terangnya.

Dulu tambah Yusuf, mahasiswa pengkritik Soeharto, dikatai komunis, sekarang mahasiswa pengkritik Jokowi di katai tidak intelek alias bodoh.

"Saya sedih saja melihat aktivis yang sudah tercerabut dari akar ideologis dan historinya," tandasnya.

Ia menambhakan lagi, pemerintahan ini sudah "membunuh" KPK, serta terus memproduksi kebijakan ekonomi yang semakin menyebabkan harga barang naik. Bagaimana bisa dibilang ada harapan?

"Harusnya arah pemerintahan ini membangun ekonomi bukan untuk pendistribusian keadilan dan kemakmuran rakyat, tapi bangun ekonomi untuk angka yang tidak ada dampaknya pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Maksud saya paling yang dicapai adalah IHSG yang baik, nilai tukar yang baik, inflasi yang baik. Semua itu hanya angka-angka statistik yang arahnya pencitraan saja," tandas aktivis yang bakal meluncurkan Lembaga Thing Tank Indonesia People,  tempat berkumpulnya para aktivis dan ekonom pro kemandirian bangsa ini.[Bob]

Editor: Sutrisno

Share this article :

0 komentar:

Jurnalsulteng.com on Facebook

 
Developed by : Darmanto.com
Copyright © 2016. JURNAL SULTENG - Tristar Mediatama - All Rights Reserved
Template by Creating Website
Proudly powered by Blogger