Ilustrasi |
"(Suku) bunga itu harusnya turun, bukan naik. Ini tiba-tiba pemerintah naikin harga BBM, BI langsung naikin tingkat bunga," ujar Adler di Jakarta, Jumat (5/12/2014).
Guru Besar Universitas Bina Nusantara itu menuturkan tingkat suku bunga yang relatif tinggi saat ini menjadi salah satu tantangan yang cukup berat bagi sektor riil. Dirinya berharap tahun depan BI rate dapat turun perlahan sehingga sektor riil dapat lebih bergairah.
"Inflasi yang terjadi (akibat kenaikan harga BBM) kan tahun depan baru kelihatan. Semua orang pusing ini tindakan BI menaikkan suku bunga," kata Adler.
Selain tingginya tingkat suku bunga, lanjut Adler, marjin perbankan di Indonesia yang masih cukup lebar juga menjadi beban pelaku industri yang terkena suku bunga kredit yang tinggi, terlebih sektor UMKM. Hal tersebut menjadi tantangan lainnya bagi sektor riil itu sendiri.
"Marjin yang diambil bank-bank ini terlalu tinggi. 5 persen rata-rata marjinnya, bahkan lebih. Coba anda lihat bank-bank di luar tidak lebih dari 5 persen, 3 persen pun tak sampai," ujar Adler.
Pengamat ekonomi dari Universitas Indonesia Faisal Basri juga menilai tindakan Bank Indonesia menaikkan suku bunga pascakenaikan BBM sebagai tindakan yang terlalu responsif.
Faisal menilai, potensi stabilitas makro ekonomi Indonesia pada 2015 mendatang akan relatif positif dan laju inflasi juga diperkirakan akan relatif terkendali.
Ia juga mengharapkan BI rate dapat lebih rendah dibandingkan saat ini yang berada di level 7,5 persen.
"Kita akan memiliki inflasi sekitar 4-4,5 persen pada tahun depan dan semoga membuat suku bunga tidak seperti ini lagi. Suku bunga mudah-mudahan akan ada di level 5 persen saja. Kita punya potensi baik di stabilitas makro ekonomi," kata Faisal.[Ant]
0 komentar:
Posting Komentar