Jokowi |
"Menteri Tedjo tidak paham bahwa pelanggaran HAM masa lalu itu bisa diselesaikan dengan dua mekanisme, melalui mekanisme peradilan dan di luar peradilan. Menteri Tedjo, sebaiknya tidak perlu banyak komentar jika tidak memahami duduk soalnya," tegas aktivis HAM, Hendardi, dalam siaran persnya yang dilansir Rakyat Merdeka Online.
Pernyataan Tedjo Edhy tentang penyelesaian pelanggaran HAM seperti tari poco-poco juga menunjukkan dirinya tidak memiliki pengetahuan cukup tentang HAM dan prinsip tanggung jawab negara.
Hendardi mengingatkan, mengadili pelanggar HAM masa lalu adalah tugas konstitusional dan legal yang melekat pada pemerintah, yang memiliki kendali pada aparat penegak hukum, siapapun presidennya. Jadi keliru, jika dorongan penyelesaian pelanggaran HAM itu adalah rencana pemerintahan sebelumnya.
"Pembentukan pengadilan HAM adalah mandat UU 26/2000 tentang Pengadilan HAM. Bahkan untuk kasus penculikan sudah direkomendasikan oleh DPR RI sejak 2009 agar pemerintah membentuk pengadilan HAM Ad Hoc dan mulai memeriksa perkara penghilangan orang tersebut," tegasnya.
Malah bagi Hendardi, pernyataan mantan KSAL tersebut semakin menguatkan indikasi Presiden Joko Widodo akan mengingkari janjinya dalam pemajuan HAM, menghapus impunitas, dan mengadili pelanggaran HAM masa lalu, sebagaimana tertuang dalam visi-misinya.
"Jokowi perlu mengingatkan Menteri Tedjo dan sekaligus menunjukkan sikap politik Presiden atas janji tertulisnya saat musim kampanye Pilpres lalu tentang pemajuan HAM," demikian Ketua SETARA Institute ini. [Rmol]
0 komentar:
Posting Komentar