>
Headlines News :
Home » » Kartu Sakti Jokowi Sarat Politis

Kartu Sakti Jokowi Sarat Politis

Written By Unknown on Jumat, 14 November 2014 | 22.44.00

Jokowi
Jakarta, Jurnalsulteng.com- Program kartu sakti yang diluncurkan Presiden Joko Widodo cenderung politis ketimbang upaya memberdayakan masyarakat.

Demikian dikatakan Ketua Program Studi Kesejahteraan Masyarakat UIN Syahid Jakarta, Dr. Nafsiah Arifuzzaman dalam perspektif Indonesia ‘Pro-kontra kartu sakti dan jaminan sosial’ di gedung DPD, Jumat (14/11/2014). Pembicara lainnya  Sulastomo (Ketua Tim dalam perspektif Indonesia ‘Pro-kontra kartu sakti dan jaminan sosial’ bersama Sulastomo (Ketua Tim Sistem Jaminan Nasional), dan Huzna Zahir dari YLKI.

Menurut, dia sebelum diluncurkan seharusnya  Kartu Indonesia Pintar (KIP), Kartu Indoensia Sehat (KIS), dan Kartu keluarga Sejahtera (KKS) itu disosialisasikan terlebih dahulu, agar masyarakat tidak bingung.

"Tanpa sosialisasi, masyarakat bingung dengan kartu sakti yang baru diluncurkan oleh Presiden Jokowi itu, karena sebelumnya sudah ada BPJS Kesehatan, Jamkesmas, Askes, dan lain-lain. Saya melihat ini lebih politis, karena diluncurkan bersamaan akan dinaikkan harga BBM," tegas Nafsiah Arifuzzaman yang dikutip Rakyat Merdeka Online.

Selain itu, fakta di masyarakat terjadi pro dan kontra, antara lain yang harus dijelaskan oleh pemerintah bahwa program kartu saktu itu benar-benar bertujuan baik. Sebab, yang namanya sakti itu peran negara mempunyai tiga kewajiban utama yaitu masyarakat yang sehat, sejahtera dan pintar.

"Jadi, memang peluncuran kartu sakti itu tergesa-gesa, nyaris tak ada koordinasi di internal pemerintah sendiri, sehingga jawabannya kepada masyarakat berbeda-beda," ujarnya.

(Baca: Inilah Anehnya Inpres Kartu Sakti Jokowi )

Menurut Nafsiah, seharusnya masyarakat menerima informasi sebelum mengetahui segala hak-hak dan konsekuensinya. Namun dengan kartu sakti itu pemerintah justru menciptakan ketergantungan, karena sifatnya langsung tunai (cash). Sama halnya dengan BLT, PNPM Mandiri dan lainnya, hanya ganti nama.

"Jadi, tidak ada unsur pemberdayaan, tak ada edukasi, tak ada impowerment. Tapi, kalau pemerintah yakin kartu sakti itu baik, maka pemerintah harus konsisten, dan bukannya untuk menutupi isu kenaikan harga BBM," tambahnya.

Lembaga penyelenggara kartu sakti tersebut, kata Nafsiah, juga harus bertanggung jawab kepada masyarakat dan pemerintah jangan sampai anti kritik.

"Kalau memang baik, ya harus dilanjutkan dengan melakukan sosialisasi, edukasi, dan sebisa mungkin ada pemberdayaan, agar tidak membingungkan masyarakat,” demikian Nafsiah.[Rmol]

Share this article :

0 komentar:

Jurnalsulteng.com on Facebook

 
Developed by : Darmanto.com
Copyright © 2016. JURNAL SULTENG - Tristar Mediatama - All Rights Reserved
Template by Creating Website
Proudly powered by Blogger