Ilustrasi |
Salah satunya anggota Komisi XI yang meragukan itu adalah M. Misbhakun. Ia menilai pernyataan ketiga tokoh di atas yang mengatakan pemerintah dalam hal ini Pertamina akan mendapatkan harga lebih murah dari Sonangol dengan diskon 15 dolar AS per barel dari harga pasaran.
"Terus terang saya meragukan karena harga minyak di dunia selalu mengikuti harga pasaran. Ada term and condition, kemudian ada biaya angkut dan sebagainya. Dan harus diingat, diskon 15 persen itu besar sekali," katanya saat ditemui di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (28/11/2014).
Menurutnya, ide dan gagasan dari perusahaan Sonangol EP itu menarik untuk mencari jalan keluar terhadap sistem rente pedagangan minyak dunia yang seharusnya bersifat Government to Governmnent atau ’G to G’. Artinya, kalau memang benar ada diskon 15 persen dari Sonangol, maka dampaknya harga minyak yang dikonsumsi di Indonesia menjadi lebih murah. (Baca Juga: Kaji Ulang Perjanjian Beli Minyak dari Angola )
Namun, kata Misbakhun yang perlu ditegaskan bahwa kerjasama ini harus benar-benar dilakukan secara G to G melalui Pertamina, jangan lagi melalui pihak ketiga seperti Surya Energi, apalagi Petral.
"Transparansi itu penting. Lakukan secara Goverment to Government. Jangan pakai operator lapangan lagi. Kalau akhirnya pemerintah melalui orang ketiga, seperti Surya Energi maka itu yang namanya mafia ganti mafia," sambungnya.
Lebih lanjut, Misbhakun mengibaratkan bahwa para politisi dari partai berkuasa saat ini sedang mengelilingi Presiden Jokowi. Mereka seolah mendapatkan jalan khusus untuk mendapatkan berbagai proyek di negara ini. Partai seolah balas dendam dengan memborong semua proyek yang ada.
"Dulu kamu yang berkuasa, sekarang giliran aku yang berkuasa. Karena saat ini partaiku yang berkuasa," analogi politisi Partai Golkar tersebut. [Rmol]
0 komentar:
Posting Komentar