Ilustrasi |
Situs berita The Sidney Morning Herald, bagian dari kelompok media besar Fairfax Media di Australia, menegaskan bahwa sejumlah lembaga survei yang berafiliasi dengan Joko Widodo menahan hasil survei mereka karena posisi saat ini telah berbalik.
"Popularitas bukan segalanya. Popularitas bisa terbentuk dari penilaian yang kurang mendalam. Melalui proses, publik juga makin kritis dan obyektif. Misalnya, dari menonton debat capres-cawapres. Buktinya, selisih makin tipis dan bahkan Prabowo berbalik unggul," ujar psikolog politik dari Universitas Indonesia, Dewi Haroen, yang dikutip dari Rakyat Merdeka Online, Sabtu (28/6/2014).
Merujuk pada hasil survei Puskaptis, publik memilih Prabowo Subianto-Hatta Rajasa karena karakter tegas, berwibawa dan dipercaya memiliki niat baik membangun bangsa. Pada survei terakhir Puskaptis, elektabilitas Prabowo sebesar 45,60 persen dan mengungguli Jokowi yang sebesar 43,21 persen. Begitu juga dengan hasil survei Pusat Data Bersatu yang menunjukkan keterpilihan Prabowo 31,8 persen dan Jokowi 29,9 persen.
Dewi menilai Jokowi-JK terlalu percaya diri dengan hasil survei yang selama ini mengunggulkan mereka. Dan saat ini adalah masa-masa krusial karena pelaksanaan Pilpres kurang dari dua pekan lagi.
"Kader-kader parpol pengusung (Jokowi-JK) kurang sistematis menggalang kekuatan internal," kata Dewi.
Kadar percaya diri yang berlebihan, tambahnya, membuat mereka terburu-buru merasa menang. Apalagi ditopang oleh elektabilitas Jokowi yang melambung sejak sebelum Pileg.
Sebaliknya, kubu Prabowo-Hatta lebih sistematis menyatukan elemen-elemen koalisi. Sosok Prabowo juga menjadi kunci utama terbentuknya koalisi dan massa pendukung yang solid.(Rmol)
0 komentar:
Posting Komentar