Ilustrasi |
Kepala BPS Sulawesi Tengah JB Priyono di Palu, Selasa (1/4/2014), mengatakan ekspor nikel pada 2014 hanya terjadi pada 3-11 Januari 2014 dengan 20 transaksi ke Tiongkok.
Penerimaan devisa dari bijih nikel pada Januari 2014 itu pun anjlog sekitar 40 persen dibandingkan periode sebelumnya.
Penerimaan devisa dari bijih nikel sebesar 19,82 juta dolar AS, turun hampir 40 persen dibanding Januari 2013 yang mencapai 33,50 juta dolar AS.
Apabila dibandingkan dengan Desember 2013, penurunan ekspor itu mencapai 31 persen di mana pada bulan itu tercatat penerimaan devisa mencapai 28,71 juta dolar AS.
Sebelumnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 diberlakukan, ekspor bijih nikel Sulawesi Tengah selalu mencapai 80 persen dari ekspor dibandingkan komoditas lainnya.
Undang-undang tersebut mensyaratkan setiap perusahaan tambang mineral yang akan melakukan ekspor harus membuat tempat pemurnian (smelter), dan tidak memperbolehkan menjual barang tambang dalam bahan mentah. Saat ini sejumlah perusahaan tambang di Sulteng masih membuat smelter dan diperkirakan akan selesai pada 2015.
Sementara itu, selama Februari 2014, nilai ekspor Sulawesi Tengah mencapai 25,58 juta dolar AS, naik 5,76 juta dolar AS atau 29,06 persen dibandingkan bulan sebelumnya.
Kontribusi terbesar terhadap ekspor selama Februari 2014 berasal dari kelompok bahan bakar mineral senilai 20,67 juta dolar AS atau 80,81 persen dari total nilai ekspor dari Sulawesi Tengah.
Priyono menyebutkan negara tujuan utama ekspor selama Februari 2014 adalah Korea Selatan senilai 20,80 juta dolar AS atau 81,31 persen dari total nilai ekspor Sulawesi Tengah.
Sementara itu nilai impor Sulawesi Tengah tercatat 1,64 juta dolar AS selama Februari 2014 dan 2,39 juta dolar AS selama Januari-Februari 2014. (ant)
0 komentar:
Posting Komentar