>
Headlines News :
Home » » Agenda Reformasi; Jokowi Melupakan Pemuda dan Gerakan Rakyat

Agenda Reformasi; Jokowi Melupakan Pemuda dan Gerakan Rakyat

Written By Unknown on Sabtu, 02 April 2016 | 11.34.00

Oleh: Agussalim, SH

SUBJEK Di atas sengaja disajikan dalam terminology empirisme non radikal yang memilih bentuk pertanyaan yang mungkin sedikit provokatif dimana kekuasaan saat ini hampir melupakan titik puncak kaum muda . Tidak heran reformasi saat ini seakan-akan dijadikan Orde koloni dari pihak “loyalis” Jokowi dengan menghilangkan peran Pemuda.

Pemuda adalah anak semua zaman,  selain penentu sejarah zaman, Pemuda memiliki idealisme yang berjenjang sesuai statusnya, apakah mahasiswa, pelajar dan pekerja pada elemen sektor basis sosial di pedesaan dan kota. Merasa dirinya sebagai agen perubahan, Pemuda pantas diletakkan pada cita-cita Idealisme dan pelopor gerakan sosial.

Untuk itulah Indonesia hadir dalam manifesto Sumpah Pemuda dalam menentang kolonialisme, jauh hari sebelum proklamasi dibacakan Soekarno-Hatta. Bernegara dan Berbangsa bagi Pemuda terbukti dalam merumuskan tujuan dan makna Pancasila dan UUD 1945.

Pemuda-lah di 1998 bergerak turun ke jalan dalam kapasitasnya sebagai Mahasiswa mencetuskan Orde Reformasi, (bukan Orde Koloni). Sebuah bukti apa yang disebut “Anak Zaman”.  Lantas, apa yang rancu dalam mengisi kemerdekaan di era reformasi saat ini. Dan ditengah irrasional dan ketidakpastian reformasi ini?

Kepemimpinan nasional  Jokowi hampir gagal dalam melakukan “kanonisasi” politik sebagai alat pengukur  tujuan pemerintahannya.

Dalam program Nawacita yang digembleng rejim Jokowi ini, sama sekali tidak mengangkat Peran Pemuda dalam demokrasi yang memiliki basis konstitusional, apalagi budaya dan ekonomi politik. Saya melihat kualifikasi atau latarbelakang kepemimpinan Jokowi sibuk dengan kesimpulan-kesimpulan mentah yang hanya dibuktikan lewat kritik “close reading” semata.

Pernahkah Jokowi menarasikan bagaimana pseudo-comparative  dalam emansipasi demokrasinya untuk dijadikan pekerjaan nasional ? Begitu banyak permasalahan hanya diselesaikan dengan membentuk “karetaker politik” dalam jabatan-jabatan tertentu demi hanya memastikan pragmatisme publik terpenuhi untuk menghindari kritik sosial.

Indonesia sangatlah luas, berpenduduk besar dari budaya yang beragam. Disana peran Pemuda berkonsentrasi  mengisi pekerjaannya sebagai kebutuhan masyarakat tanpa ingin berkuasa.  Detil relief pada peran Pemuda setidaknya bukan dalih dari legitimasi kekuasaan rejim Jokowi.

Masih banyak yang harus diperdebatkan dan untuk dipertanyakan bahwa Jokowi      tanpa harus tampil disana sini bukan hanya untuk basa basi politik semata. Inilah yang saya lihat dalam kepemimpinan nasional Jokowi. Lantas bagaimana bisa fokus merumuskan peran pemuda dalam kepemimpinan nasionalnya.  Jokowi hanya menjalankan “mantra politik” pribadinya semata. 

Coba kita lihat kabinetnya yang tidak kompak, di depan publik satu sama lain menterinya saling berkontradiksi.  Lantas apa tugas Menterinya Jokowi bagi urusan Pemuda ? Bagi saya semua tidak ada yang jelas.

Trus..kalau ada, apa buktinya program Kepemudaan Nasional dan di daerah menonjol!

Sebagaimana yang terjadi, untuk waktu yang singkat, secara periodik, pemerintahan Jokowi hanya mengandalkan keuletan sepihak dengan tidak melibatkan Pemuda dalam mengambil keputusan dalam kekuasaannya, apalagi kepemimpinan Nasional.

Kita lihat saja dari sekarang apa yang menonjol dalam program-program kehususannya mengurusi masalah Kepemudaan.

 Menterinya urusan Pemuda dan Olah Raga saja membubarkan PSSI, unsur budaya paling “laten” digemari pemuda-pemuda desa dan kota besar terhadap sepak bola.

Siapa yang turun kejalan saat PSSI dibubarkan ? Dimana Jokowi yang pandai “blusukan” mengantisipasi pemuda turun ke jalan saat PSSI dibubarkan ? Banyak agenda reformasi yang harus disuarakan, salah satunya Pastilah peran Pemuda.

Bahkan, tidak ada statement tegas Jokowi untuk menyuarakan Peran Pemuda di era rejim koloninya ini ? Tapi kita mau bilang apa, Jokowi terlalu “digemari” secara politik, namun “minor” secara Demokrasi.

Bagaimana bisa menjadi seorang Demokrat sejati dalam arti luas jika hanya memiliki slogan “Ayo Kerja” semata ?

Sebagai calon Negarawanan, semua belum ada ukurannya jika ini masih terus menjadi persoalan kepemimpinan Nasional seorang Jokowi. Sebagai agent of cange dan social control, Peran Pemuda jangan dibiarkan begitu saja untuk dianggap hiasan tambahan bagi makna kepemimpinannya.

Penulis mengajak semua organisasi kepemudaan untuk membantu kekosongan agenda politik kepemimpinan Jokowi dengan memberikan kritikan dan solusi demi untuk kemajuan bangsa dan negara.

Dengan slogan “AYO KERJA” dan “Revolusi Mental” saja tidak cukup dimaknai secara sederhana, apalagi bagi peran Pemuda dalam menghadapi permasalahan kompleksitasnya berbangsa dan berbangsa saat ini. Angka Pengangguran dan masalah “exile” ekonomi dan sosial di daerah-daerah memerlukan  jaminan konstitusional agar negara dan bangsa ini memiliki pemimpinnya bukan hanya sekedar pemenang Pemilu, apalagi sebatas petugas partisan semata.

Presiden itu Kepala Negara, kepala Pemerintahan, bukan pemimpin dari sindikasi politik dari rejim koloni semata.

Kepada para pemuda, mari kita kembali menjalankan agenda reformasi yang masih banyak belum disuarakan dan dijalankan rejim ini, demi untuk menyelamatkan Bangsa dan Negara.(***)

(Penulis adalah Ketua DPD Angkatan Muda Demokrat Sulawesi Tengah)
Share this article :

0 komentar:

Jurnalsulteng.com on Facebook

 
Developed by : Darmanto.com
Copyright © 2016. JURNAL SULTENG - Tristar Mediatama - All Rights Reserved
Template by Creating Website
Proudly powered by Blogger