>
Headlines News :
Home » , » Kontraktor Gugat Konsultan, PPK dan Kadis Perindagkop Parimo

Kontraktor Gugat Konsultan, PPK dan Kadis Perindagkop Parimo

Written By Unknown on Rabu, 30 Desember 2015 | 08.38.00

[Ilustrasi; Trisno/JurnalSulteng]

Palu, Jurnalsulteng.com-  Kontraktor pembangunan Pasar Percontohan Polu Irandu Kecamatan Tinombo Kabupaten Parigi Moutong, PT Rajasa Tomax Globalindo mengajukan gugatan terhadap tiga pihak yakni Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Konsultan Supervisi (CV Arsindo) dan Kepala Dinas Perindagkop Kabupaten Parigi Moutong (Parimo) selaku Kuasa pengguna Anggaran (KPA).

Gugatan yang diajukan melalui Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Palu tersebut terkait pembangunan proyek yang dibiayai melalui dana APBN senilai Rp9,5 miliar, yang diputus kontrak sebelum waktunya.

“Kontrak kami selesai tanggal 24 Desember 2015. Tetapi tanggal 20 Desember kami sudah tidak diperbolehkan untuk melanjutkan pekerjaan. Sementara material dan tenaga kerja masih tersedia di lokasi pekerjaan. Selain itu, adanya perhitungan volume yang dilakukan pihak PPK secara sepihak, tapa melibatkan kami selaku kontraktor. Kami menghitung volume pekerjaan kami telah mencapi 80 persen, namun hanya dihitung 60 persen,” terang Yudhianza Jatmiko, selaku Kuasa/Site Manager PT Rajasa Tomax Globalindo dalam jumpa pers di Carreto Café, Selasa (29/12/2015).

Untuk masalah perbedaan perhitungan volume, PT rajasa juga sudah menyurat kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan Sulteng, agar menurunkan tim independen untuk menghitung volume pekerjaan, sehingga apapun hasil bisa lebih fear.

Selaku kontraktor pelaksana Yudhianza mengatakan, pihaknya  mengakui pekerjaan pembangunan pasar percontohan tersebut mengalami keterlambatan. Namun seharusnya ada pertimbangan-pertimbangan dari pihak PPK dan konsultan sehingga tidak merugikan kontraktor.
Pria yang akrab disapa Yudhi ini juga menjelaskan, keterlambatan pekerjaan tersebut juga akibat ulah PPK sendiri yang beberapa kali meminta perubahan yang tidak sesuai RAB.

Selain itu kata Yudhi, PT Rajasa sebagai pelaksana menerima kontrak pada 28 juli 2015,.tetapi pelaksanaan pekerjaan baru dapat dilaksanakan pada Tanggal 20 Agustus 2015, karena harus menungu acara peletakan batu pertama yang dilakukan oleh Gubernur Sulteng pada 13 Agustus 2015. “Kami dilarang melakukan kegiatan sebelum dilaksanakannya acara seremonial peletakan batu pertama. Dari sisi itu kami sudah rugi waktu,” ujarnya.

Masalah lain yang dihadapi PT Rajasa yakni adanya dua titik lokasi yakni sebelah Utara dan sebelah Selatan yang tidak dapat dilakukan pembangunan karena masih adanya masalah  pembebasan lahan yang belum diselesaikan oleh Pemkab Kabupaten Parigi Moutong. “Penyelesaian lahan yang harusnya diselesaikan Pemda sebelum kontrak, tetapi saat itu belum dibayarkan pada pemilik lahan. Kami sempat dihadang warga dengan parang, sehingga kami sempat menghentikan pekerjaan beberapa hari sembari menunggu penyelesaian pembayaran,” jelasnya.

Hambatan lainnya kata Yudhi, setiap pekan yakni setiap hari Senin dan Kamis, di lokasi pekerjaan juga masih berlangsung kegiatan jual beli di pasar oleh para pedagang yang seharusnya menjadi tanggungjawab Pemkab (Dinas terkait) untuk merelokasi sementara para pedagang sehingga tidak menghambat pekerjaan pembangunan pasar tersebut.

Selain adanya hambatan social tersebut juga adanya hambatan tehnis dan financial. Contohnya kata Yudhi, terjadi beberapa kali perubahan dalam penentuan peil / bowplank di beberapa titik pekerjaan pondasi yang dilakukan dilakukan oleh konsultan pengawas dan PPK. “Antara gambar perencana dan kondisi dilapangan berbeda jauh, sehingga kami sebagai Kontraktor pelaksana sangat dirugikan dari segi waktu dan biaya karena penentuan peil atau bowplank sering berubah-ubah. Contohnya, peletakan batu pertama yang sudah dilakukan oleh Gubernur Sulteng dimundurkan lagi sekira 1,2 meter. Padahal setelah Bapak Gubernur melakukan peletakan batu pertama pada titik yang ditentukan PPK dan konsultan, kami sudah melakukan pekerjaan pondasi sekira 100 meter. Tiga hari kemudian, kami diminta untuk memindahkan pondasi tersebut dengan membuat galian dan pondasi baru. Dengan demikian kami juga sudah rugi waktu dan biaya,” tutur Yudhi.

Kerugian lainnya yang dialami kontraktor yakni adanya penambahan item pekerjaan yakni Galian, Pasangan batu, plesteran, pekerjaan dinding yang diarahkan oleh PPK dan Konsultan Pengawas kepada kontraktor. “Padahal penambahan volume tersebut tidak ada dalam RAB dan Gambar. Dan permintaan CCO bukan dari pihak kontraktor, melainkan dari pihak PPK dan Konsultan Pengawas,” imbuhnya.

Namun setelah kontraktor mengikuti arahan dari PPK dan konsultan pengawas untuk diadakan penambhan volume pekerjaan, sudah disepakati ada beberapa item yang dihilangkan untuk menutupi biaya yang timbul karena adanya permintaan penambhan volume. “Item pekerjaan yang disepakati untuk dihilangkan diantaranya, Pengadaan mesin pendingin, pekerjaan Gedung serbaguna, pasangan keramik lantai selasar.

Anehnya kata Yudhi, pada akhir bulan November 2015, PPK, Pengelola Teknis dan Konsultan Pengawas tetap meminta kami selaku kontraktor untuk tetap  melaksanakan item pekerjaan yang telah disepakati untuk tidak dikerjakan, batas waktu kontrak hanya tersisa 25 hari kalender. “Kejadian ini mengakibatkan kontraktor sangat dirugikan masalah waktu dan pembiayaan. Karena sebelumnya kami sudah melaksakana arahan agar menambah volume pekerjaan di titik Kios C, Kios D, Kios B, Kios E dengan kesepakatan biaya penambahn volume yang terjadi akan diambil item pekerjaan yang dihilangkan. Apabila persetujuan awal ini ditepati oleh PPK dan konsultan pengawas, maka bobot pekerjaan PT.Rajasa tidak  seperti yg diberitakan di media. Dari sisi waktu, akibat adanya hambatan-hambatan tersebut, kami kehilangan waktu sekira 75 hari kerja sejak tandatangan kontrak,” terangnya.

Sejak awal kata Yudhi, pembayaran uang muka (DP 20%) juga sangat terlambat. Kami menerima kontrak Tanggal 28 Juli 2015, tetapi DP baru dapat dicairkan pada bulan September 2015 (sehari sebelum Idul Adha). “Keterlambatan ini juga sangat merugikan kami dan tidak sesuai dengan point yang ada dalam syarat-syarat umum dan khusus kontrak. Meski DP terlambat, kami tetap melakukan pekerjaan dengan menggunakan dana kami sendiri. Artinya, sejak awal kami punya itikad baik untuk mengerjakan proyek ini meski tanpa DP,” jelas Yudhi lagi.

Setiap akan melakukan penarikan Termyn/MC PT Rajasa selaku kontraktor mengajukan kelengkapan data sebagai syarat untuk penarikan. Tetapi pihak PPK harus menyesuaikan dengan laporan dari konsultan. Hal ini kami maklumi, karena karena sebagai syarat yang ada. “Tetapi laporan kami terkadang harus mengendap selama 1 minggu - 10 hari, karena laporan dari konsultan pengawas  sering mengalami keterlambatan. Sedangkan Pihak PPK akan menyetujui laporan kami apabila sesuai dengan laporan konsultan. Ini sangat merugikan kami dalam hal waktu dan pembiayaan kami di lapangan,” ujarnya.

Keanehan lainnya yang menyebabkan PT Rajasa Tomax Globalindo mengajukan gugatan PTUN tersebut  yakni tidak dilakukan perpanjangan oleh PPK dengan memberlakukan denda. “Kami hanya minta dilakukan perpanjangan sampai 31 Desember 2015. Kami yakin bisa menyelesaiakan pekerjaan itu karena hanya tinggal pasang atap, pintu dan finishing yang volumenya sekira 20 persen. Sementara paket yang lain di Parigi Moutong yang volumenya lebih rendah bisa dilakukan perpanjangan,” demikian Yudhi.[***]

Penulis; Sutrisno

Share this article :

0 komentar:

Jurnalsulteng.com on Facebook

 
Developed by : Darmanto.com
Copyright © 2016. JURNAL SULTENG - Tristar Mediatama - All Rights Reserved
Template by Creating Website
Proudly powered by Blogger