Oleh: Gde Siriana
TAK seorang pun pernah membayangkan demo besar Bela Islam 411 akan dihadiri 2 juta lebih rakyat.
Kesalahan informasi intelijen dalam memperkirakan jumlah peserta demo ini memberi dampak kepanikan Istana sehingga orang-orang sekitar Presiden memberi rekomendasi yang konyol dengan meminta Presiden tidak meminta Presiden kembali ke Istana untuk bertemu dengan wakil-wakil ulama yang terlibat dalam aksi 411. Dampaknya rakyat semakin marah dan kecewa dengan sikap Jokowi.
Sesungguhnya tuntutan kepada Ahok sebagai penistaan agama adalah bentuk penegakan sila ke-1 Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kebebasan dan menghormati kehidupan religius warga negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mengusahakan kehidupan beragama yang penuh rasa toleransi.
Ketika Ahok dilindungi oleh Jokowi dan Polri, dengan tidak segera menjadikan Ahok tersangka sehingga terjadilah aksi besar 411, maka ini seperti menyadarkan rakyat bahwa selama ini lengkap sudah NKRI telah jauh menyimpang dari KIBLAT BANGSA. Semua sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara telah hancur, sosial, ekonomi, politik, hukum, hankam dan kehidupan beragama. Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa telah di-degradasi menjadi 4 pilar, sementara UUD 45 telah 4x diamandemen.
Dengan dirubahnya pasal-pasal di UUD 45 asli, maka sumber-sumber daya alam dan pondasi-pondasi ekonomi NKRI kini dikuasai oleh asing, baik imperialis putih (Barat & AS) maupun imperialis kuning (China) dengan bantuan para pengkhianat bangsa. Rakyat juga harus menanggung biaya demokrasi yang sangat mahal melalui Pilkada yang hasilnya juga sudah dikuasai dan ditentukan para pemilik uang.
Rakyat yang berharap banyak pada Jokowi saat terpilih menjadi Presiden, agar ekonomi kembali membaik dan mengurangi jurang kemiskinan/redistribusi pendapatan serta ada penegakan hukum atas kasus-kasus korupsi dan HAM, kini berbalik kecewa. Jokowi membiarkan Ahok ketika melakukan penggusuran, terlibat dalam pembelian lahan RSSW yang merugikan negara, dan mengeluarkan izin Reklmasi yang cacat hukum. Bahkan ketika negara semakin krisis, Jokowi justru menghindari bertemu rakyatnya sendiri ketika aksi 411 di depan Istana.
Rakyat menanti ucapan-ucapan Jokowi yang mampu memberi harapan-harapan baru bagi krisis multidimensi bangsa. Tetapi yang dilakukan Jokowi justru sebaliknya, hanya melakukan langkah-langkah politik dalam bentuk safari ke ormas-ormas Islam dan pasukan khusus TNI. Atau lebih suka pada kegiatan peresmian-peresmian saja. Bukannya menjawab persoalan bangsa, Jokowi justru membawa persoalan pada dirinya sendiri kepada rakyat. Maka jangan salahkan rakyat jika kini rakyat telah kehilangan harapan. Dan jangan salahkan rakyat ketika rakyat akan menempuh caranya sendiri untuk menyelamatkan NKRI. Apalagi pintu istana dan parlemen tertutup untuk rakyat.
Maka ketika kasus penistaan agama oleh Ahok terjadi, ini menjadi momentum bagi kekuatan Islam, Nasionalis dan TNI untuk duduk bersama dan memikirkan kembali untuk kembali ke KIBLAT BANGSA. Momentum ini mempunyai kekuatan maha dahsyat untuk menggerakkan semua elemen kekuatan rakyat melakukan Kesadaran Nasional dan bertindak segera menyelamatkan NKRI.
Konstitusi UUD 1945 adalah produk revolusi 1945. Jika ada pihak-pihak yang menentang kembali ke UUD 1945 yang asli, maka revolusi yang akan membawa kita kembali ke UUD 1945.[***]
Penulis adalah Pengamat dari Soekarno Institute For Leadership
(Ilustrasi) |
TAK seorang pun pernah membayangkan demo besar Bela Islam 411 akan dihadiri 2 juta lebih rakyat.
Kesalahan informasi intelijen dalam memperkirakan jumlah peserta demo ini memberi dampak kepanikan Istana sehingga orang-orang sekitar Presiden memberi rekomendasi yang konyol dengan meminta Presiden tidak meminta Presiden kembali ke Istana untuk bertemu dengan wakil-wakil ulama yang terlibat dalam aksi 411. Dampaknya rakyat semakin marah dan kecewa dengan sikap Jokowi.
Sesungguhnya tuntutan kepada Ahok sebagai penistaan agama adalah bentuk penegakan sila ke-1 Pancasila, yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara menjamin kebebasan dan menghormati kehidupan religius warga negara yang berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mengusahakan kehidupan beragama yang penuh rasa toleransi.
Ketika Ahok dilindungi oleh Jokowi dan Polri, dengan tidak segera menjadikan Ahok tersangka sehingga terjadilah aksi besar 411, maka ini seperti menyadarkan rakyat bahwa selama ini lengkap sudah NKRI telah jauh menyimpang dari KIBLAT BANGSA. Semua sendi-sendi kehidupan bangsa dan negara telah hancur, sosial, ekonomi, politik, hukum, hankam dan kehidupan beragama. Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa telah di-degradasi menjadi 4 pilar, sementara UUD 45 telah 4x diamandemen.
Dengan dirubahnya pasal-pasal di UUD 45 asli, maka sumber-sumber daya alam dan pondasi-pondasi ekonomi NKRI kini dikuasai oleh asing, baik imperialis putih (Barat & AS) maupun imperialis kuning (China) dengan bantuan para pengkhianat bangsa. Rakyat juga harus menanggung biaya demokrasi yang sangat mahal melalui Pilkada yang hasilnya juga sudah dikuasai dan ditentukan para pemilik uang.
Rakyat yang berharap banyak pada Jokowi saat terpilih menjadi Presiden, agar ekonomi kembali membaik dan mengurangi jurang kemiskinan/redistribusi pendapatan serta ada penegakan hukum atas kasus-kasus korupsi dan HAM, kini berbalik kecewa. Jokowi membiarkan Ahok ketika melakukan penggusuran, terlibat dalam pembelian lahan RSSW yang merugikan negara, dan mengeluarkan izin Reklmasi yang cacat hukum. Bahkan ketika negara semakin krisis, Jokowi justru menghindari bertemu rakyatnya sendiri ketika aksi 411 di depan Istana.
Rakyat menanti ucapan-ucapan Jokowi yang mampu memberi harapan-harapan baru bagi krisis multidimensi bangsa. Tetapi yang dilakukan Jokowi justru sebaliknya, hanya melakukan langkah-langkah politik dalam bentuk safari ke ormas-ormas Islam dan pasukan khusus TNI. Atau lebih suka pada kegiatan peresmian-peresmian saja. Bukannya menjawab persoalan bangsa, Jokowi justru membawa persoalan pada dirinya sendiri kepada rakyat. Maka jangan salahkan rakyat jika kini rakyat telah kehilangan harapan. Dan jangan salahkan rakyat ketika rakyat akan menempuh caranya sendiri untuk menyelamatkan NKRI. Apalagi pintu istana dan parlemen tertutup untuk rakyat.
Maka ketika kasus penistaan agama oleh Ahok terjadi, ini menjadi momentum bagi kekuatan Islam, Nasionalis dan TNI untuk duduk bersama dan memikirkan kembali untuk kembali ke KIBLAT BANGSA. Momentum ini mempunyai kekuatan maha dahsyat untuk menggerakkan semua elemen kekuatan rakyat melakukan Kesadaran Nasional dan bertindak segera menyelamatkan NKRI.
Konstitusi UUD 1945 adalah produk revolusi 1945. Jika ada pihak-pihak yang menentang kembali ke UUD 1945 yang asli, maka revolusi yang akan membawa kita kembali ke UUD 1945.[***]
Penulis adalah Pengamat dari Soekarno Institute For Leadership
0 komentar:
Posting Komentar