![]() |
Setya Novanto saat menghadiri pengambilan nomor urut dalam proses pemilihan Ketua Umum Partai Golkar, Sabtu, 7 Mei 2016. (Foto: CNN Indonesia) |
Jakarta, Jurnalsulteng.com- Setya Novanto akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum Partai Golkar masa bakti 2016-2019. Terpilihnya Setya setelah kandidat lainnya yang juga lolos mengantongi syarat 30 persen suara, yaitu Ade Komarudin, tak melanjutkan pertarungan di putaran kedua. Sosok Setya sendiri tak pernah lepas dari kontroversi, termasuk kontroversi yang dibuatnya dalam ajang Musyawarah Nasional Luar Biasa Partai Golkar yang mengantarkan dirinya sebagai orang nomor satu di partai berlambang beringin itu.
Sederet kasus selama ini mewarnai perjalanan politikus kelahiran Bandung, 12 November 1954 itu. Selain tersangkut perkara etik, bekas Ketua Dewan Perwakilan Rakyat itu juga pernah beberapa kali terseret kasus pidana.
Rentetan perkara dugaan korupsi pernah memaksa Setya mesti bolak balik menjalani pemeriksaan sebagai saksi. Komisi Pemberantasan Korupsi sendiri pernah beberapa kali memeriksa Setya. Tidak cuma KPK, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta pun beberapa kali memintai keterangan dari pria yang akrab disapa SN itu.
Salah satu orang dekat Aburizal Bakrie itu pernah diperiksa perkara suap terkait pembangunan lanjutan venue Pekan Olahraga Nasional (PON) XVIII. Tersangkanya dalam kasus itu ada bekas Gubernur Riau Rusli Zainal. Penyidik KPK bahkan pernah menggeledah ruang kerja Setya pada 19 Maret 2013.
Perkara dugaan korupsi lainnya yang ikut menyeret-nyeret nama Setya yaitu pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis nomor induk kependudukan secara elektronik (e-KTP) tahun anggaran 2011-2012. Dalam kasus di proyek Kementerian Dalam Negeri itu nama Setnov disebut oleh bekas Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin.
Nazaruddin ketika itu menyebut ada aliran dana yang mengalir ke sejumlah anggota DPR di antaranya Setya Novanto. Kala itu Setya yang menjabat sebagai Bendahara Umum Partai Golkar disebut-sebut menerima Rp300 miliar dari proyek besar e-KTP. Nazaruddin waktu itu juga menyebut bahwa salah satu pengedali proyek E-KTP adalah Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR yaitu Setya Novanto.
Jauh sebelumnya, nama Setya juga sempat berurusan dengan hukum. Pada 2001 silam, Setnov menjadi salah satu saksi di persidangan kasus hak piutang (cassie) PT Bank Bali kepada Bank Dagang Negara Indonesia (BDNI).
Kasus lain yang pernah membawa-bawa nama Setya yaitu masalah penyelundupan 60 ribu ton beras Vietnam, yang perkaranya ditangani Kejaksaan Agung pada 2005. Serupa dengan di kasus sebelumnya, dia membantah terlibat.
Selanjutnya perkara korupsi lain yang sempat memunculkan kembali Setya di hadapan aparat penegak hukum yaitu dalam kasus dugaan korupsi pemilihan kepala daerah. Setya pernah hadir dalam sidang dengan terdakwa bekas Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar dalam kasus dugaan korupsi pilkada di sejumlah daerah.
Belum lama ini nama Setya kembali menjadi sorotan buruk. Bukan dalam perkara dugaan korupsi namun menyangkut pelanggaran etika sebagai ketua Dewan. Pada awal September lalu, Setya bersama pimpinan DPR lain yaitu Fadli Zon menemui kandidat calon presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Keduanya kemudian diperkarakan ke Majelis Kehormatan Dewan.
Setelah tersangkut perkara etik di atas, Setya lagi-lagi membetot perhatian publik dengan mencuatnya kasus pencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla untuk memperpanjang masa kontrak Freeport di Indonesia. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said melaporkan Setya ke MKD DPR RI ihwal politisi Senayan yang diduga mencatut nama Presiden dan Wakil Presiden.
Kontroversi seputar Setya bahkan juga mencuat dalam ajang Munaslub Golkar yang digelar di Nusa Dua Bali pada 15 hingga 17 Mei 2016 ini. Sejak awal Munaslub digelar terdapat wacana pemilihan ketua umum akan digiring ke arah aklamasi melalui sistem pemilihan secara terbuka. Bahkan, Setya harus berhadapan dengan tujuh bakal calon ketum lainnya yang menolak pemilihan ketua umum dilakukan secara terbuka.
Upaya penggiringan yang disebut untuk memenangkan Setya.
Kontroversi lainnya yaitu terkait pertemuan antara Setya dengan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Luhut Binsar Pandjaitan. Meskipun Luhut menyebut ada pertemuan, namun Setya menyangkalnya.(***)
Source; CNNIndonesia
0 komentar:
Posting Komentar