Kicauan Komaruddin Hidayat di Twitter. [Twitter] |
Putusan PN Jakarta Selatan bak petir di siang bolong, mengagetkan banyak pihak. Hakim tunggal Sarpin Rizaldi membacakan putusan-putusan dengan kesimpulan penetapan status tersangka Komjen Budi Gunawan tidak sah.
Pakar hukum tata negara Refly Harun menilai putusan PN Jaksel ini jadi lonceng kematian buat KPK. Lantaran setelah ini bisa saja para tersangka korupsi mengajukan praperadilan dan kemudian 'dibebaskan'. Padahal, menurut Refly, gugatan soal status tersangka bukanlah wilayah praperadilan.
Refly dan beberapa pakar hukum tata negara lain pun menyarankan kepada KPK untuk mengajukan pengajuan kembali ke Mahkamah Agung. Guru Besar Hukum UGM Denny Indrayana menilai perlu terobosan besar untuk menyelamatkan tatanan hukum di Indonesia.
"Putusan Praperadilan sudah terlanjur memutuskan demikian. Putusan yang menurut saya harus tetap dikritisi. Karena Putusan MK tahun 2012 melarang putusan praperadilan dibanding, dan UU MA mengatakan MA tidak bisa memeriksa praperadilan, satu-satunya jalan yang tersedia bagi KPK adalah mengajukan upaya hukum luar biasa berupa PK ke MA," jelas Denny, yang dikutip dari Detikcom, Senin (16/2/2015).
Namun demikian KPK belum mengambil sikap apa-apa. KPK memilih menunggu salinan lengkap putusan PN Jaksel untuk kemudian dirapatkan di tingkat pimpinan KPK. Baru setelah itu akan dibahas langkah-langkah selanjutnya.
Sementara itu, seolah tak ingin menyia-nyiakan waktu, para elite PDIP terus menyerukan agar Komjen Budi Gunawan lekas dilantik jadi Kapolri. Elite PDIP beramai-ramai meminta Jokowi melantik Komjen Budi Gunawan jadi Kapolri sekarang juga, sebuah sinyal kuat Teuku Umar sudah berkehendak.
"Pengadilan memutus ini tak ada alasan bagi Jokowi tidak melantik," kata Ketua DPP PDIP bidang hukum, Trimedya Panjaitan, kepada wartawan di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Senin (16/2/2015).
Entah ada hubungannya dengan dorongan itu atau tidak, sore ini pukul 16.00 WIB, Budi Gunawan merapat ke Istana Bogor. Ini adalah pertemuan pertama Jokowi dengan Budi Gunawan setelah PN Jaksel 'mencabut' status tersangka jenderal bintang tiga itu.
Sementara Jokowi masih terus melakukan pertemuan-pertemuan, masyarakat semakin menantikan keputusan penting yang akan diambil Jokowi. Sudah beberapa kali Jokowi menunda janjinya untuk mengakhiri polemik KPK-Polri dengan berbagai alasan. Yang terakhir, Jokowi menunggu putusan praperadilan.
Kini sudah waktunya Jokowi mengambil keputusan. Jika putusan praperadilan itu dijadikan dasar, bukan tak mungkin Jokowi mengikuti saran dari PDIP, namun demikian tak sedikit masyarakat yang beharap Jokowi mendengar saran tokoh pro pemberantasan korupsi dan mendengarkan suara rakyat sebelum menggunakan hak prerogatifnya.
Jokowi memang punya janji hanya akan tunduk kepada rakyat dan konstitusi. Sebuah kicauan dari Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Komaruddin Hidayat mungkin akan sedikit menyentuh Jokowi. Agar Jokowi kembali menoleh ke rakyat, mendengar suara rakyat yang menanti kabar baik realisasi janji-janjinya dalam pemberantasan korupsi.
"Horrrrrreeeee....para koruptor bisa bernafas lega....How are you Mr President?" demikian kicauan Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Komaruddin Hidayat, lewat twitter, Senin (16/2/2015).
Komaruddin mengkritik 100 hari pertama pemerintahan Jokowi yang penuh dengan riak politik. Dan kini puncaknya, KPK semakin lumpuh. "Semester pertama pemerintahan Jokowi ditandai dengan syukuran para koruptor akibat KPK lumpuh," katanya.
Sudah saatnya Presiden Jokowi mengembalikan marwah pemberantasan korupsi di Indonesia, tapi apakah Jokowi berani 'melawan titah' Megawati?[Dtc]
0 komentar:
Posting Komentar