Sarpin Rizaldi |
"Hakimnya tersesat! Ngawur," kata Djoko yang dilansir detikcom, Senin (16/2/2015).
Mantan Ketua Muda MA bidang Pidana Khusus itu menyatakan, sejak awal ia sudah membaca hakim akan tersesat, yaitu dengan ditandai dibolehkannya banyak saksi ahli dipersidangan.
"Hakim terbawa arus, harusnya menolak," kata Djoko.
Atas putusan Sarpin, KPK tidak perlu mengindahkan putusan ini sebab putusan Sarpin jelas-jelas melanggar KUHAP. Objek praperadilan sudah tertulis jelas dalam pasal 77 KUHAP dan penetapan status tersangka bukan merupakan bagian dari objek.
"Karena putusan ini bertentangan dengan UU, KPK jalan terus saja. KPK harus melaporkan ke KY dan Mahkamah Agung (MA)," cetus Djoko.
Pertimbangan Sarpin Ngawur
Selain Djoko Sarwoko, mantan Ketua Mahkamah Agung (MA), Harifin Tumpa mengecam keputusan hakim Sarpin Rizaldi. Harifin menyebutkan, banyak pertimbangan yang ngawur dalam putusan sidang praperadilan Komjen Budi Gunawan atas KPK yang dipimpin oleh Hakim Sarpin Rizaldi. Salah satunya soal penetapan tersangka jenderal bintang tiga itu oleh KPK.
"Dari yang saya amati, banyak pertimbangan yang ngawur. Pertama, hakim memperluas kewenangan praperadilan dengan memasukkkan penetapan tersangka dengan alasan yang mengada-ada. Putusan ini mengacau karena memberikan penafsiran begitu luas," tegas Harifin Tumpa yang dilansir Rakyat Merdeka Online, Senin (16/2,2015)
Tak hanya itu, Harifin mengatakan putusan praperadilan BG ini akan memberi konsekuensi bahwa semua orang tidak bisa menjadi terdakwa.
"Semua koruptor yang ditetapkan sebagai tersangka, maka akan mengajukan praperadilan," kata Harifin
Kata dia, meskipun tidak boleh ada banding terhadap putusan praperadilan ini, namun dia melihat MA, dengan kewenangannya sebagai pengawas tertinggi bisa saja meluruskan putusan ini.
"Kalau nantinya MA akhirnya berpendapat ada kesalahan kewenangan, dan bahwa ini merusak tatanan hukum yang ada, MA dapat saja menggunakan kewenangan sebagai pengawas tertinggi peradilan," demikian Harifin Tumpa.
Masuk Angin
Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada, Hifzdil Halim, menilai keputusan Hakim Sarpin Rizaldi, yang memimpin sidang praperadilan Komjen Pol Budi Gunawan atas KPK di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, banyak kejanggalan.
"Banyak kejanggalannya, saya kira Hakim Sarpin ini sedang 'masuk angin,'" kata Hifzdil, Senin (16/2/2015).
Pertimbangan Hakim Sarpin, yang menyatakan Komjen Budi Gunawan "bukan termasuk penegak hukum" dan "bukan penyelenggara negara" adalah kesalahan fatal.
"Padahal pengertian aparat penegak hukum melekat pada institusinya. Ini kan aneh, hakim mendasar pertimbangan tersebut atas penjelasan UU No.28/1999 tentang penyelenggara negara," kata dia.
Ia mengatakan siapapun yang masuk dalam lembaga kepolisian tentunya sudah menjadi penyelenggara negara. "Bahkan untuk lembaga-lembaga lain yang tidak disebut dalam kriminal justice system, BPK atau BPKP itu disebut penegak hukum. Dan itu sudah diyakini lama, tidak ada ahli yang menyangkal jika polisi bukan penegak hukum," katanya.
Hifzdil menambahkan, Komjen Budi Gunawan termasuk sebagai seorang pejabat negara karena sudah eselon dua.
"Saya jelas sangat menyayangkan penafsiran yang sempit dari Hakim Sarpin tentang definisi aparat penegak hukum dan penyelenggara negara," ujar dia.
Dengan diterimanya praperadilan Budi Gunawan, Hifzdil menilai akan membuka jalan pelaku korupsi lainnya. Meski dia mengaku cukup lega tidak semua permintaan Budi Gunawan diterima.
"Salah satunya adalah ditolaknya permintaan Bareskrim yang akan menggeledah kantor KPK. Kalau sampai itu dilakukan Bareskrim artinya mereka sudah melawan pengadilan," kata Hifzdil.[Dtc/Rmol/Viva]
0 komentar:
Posting Komentar