Tambang Nikel (Ilustrasi) |
Sebagai implementasi UU Mineral dan Batu Bara (Minerba) No 4/1999, maka pemerintah mulai awal 2014 menerapkan kebijakan melarang ekspor bijih mineral. Salah satunya bijih mineral nikel.
Kebijakan Indonesia ini langsung menyebabkan pasokan nikel dunia terganggu. Sehingga, harga nikel terpicu naik di pasar global.
Sejak memasuki awal tahun 2014 ini, harga nikel dunia, yang merupakan bahan dasar stainless steel, peralatan dapur, ornamen bangunan, serta komponen industri, masih sekitar US$ 14.000 per ton. Namun pada bulan Mei, dikutip dari Nefosnews, Jumat (30/5/2014), harganya sudah melambung lebih dari 30 persen. Per 19 Mei 2014, harga nikel di London Metal Exchange, tercatat malah telah melampui US$ 19.780 per ton.
Indonesia merupakan negara produsen nikel terbesar kedua di dunia, setelah Filipina. Sebanyak 59 persen kebutuhan nikel Cina dipasok dari Indonesia. Konsumsi nikel Cina mencapai 44 persen total konsumsi nikel dunia.
Poltak Sitanggang, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo), mengatakan, Filipina menggantikan pasar yang biasa diisi Indonesia. “Mereka (Filipina) sudah mendapat tambahan keuntungan miliaran dolar dari kenaikan harga ini. Sementara Indonesia tidak bisa apa-apa karena ekspornya dilarang,” ujar Poltak.
Kelompok Studi Nikel Dunia (International Nickel Study Group/INSG), memang menyarankan agar kekosongan pasokan dari Indonesia bisa diisi oleh Filipina. INSG memperkirakan konsumsi nikel 2014 masih terus tumbuh.
Konsumsi nikel primer diprediksi 1,89 juta ton, atau naik dibandingkan tahun lalu yang sebesar 1,77 juta ton. Sedangkan produksi nikel primer dunia tahun ini diperkirakan masih sama dengan tahun lalu. Yakni 1,95 juta ton. Artinya, harga nikel dunia berpotensi akan terus naik.***
0 komentar:
Posting Komentar