(Ilustrasi) |
Menurutnya, kasus perjuangan divestasi di Sulteng dapat dikopi paste lewat perjuangan pemerintahan provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Di sana lewat perjuangan panjang, Gubernur dan DPRD dapat memperoleh saham lewat perusahaan daerah dengan PT Multi Capital dalam hal pembelian saham divestasi PT Newmont Nusa Tenggara. ‘’Kebetulan saya banyak bercerita dengan kawan-kawan di NTB, termasuk Pak Zainul Majdi,’’ terangnya.
Data yang dihimpun menyebutkan, setidaknya ada beberapa perusahaan asing/nasional yang usia investasinya sudah lebih lima tahun. Sebut saja; perkebunan kelapa sawit Astra Grup di Kabupaten Buol dan sebagian di Kabupaten Donggala, Minyak Goreng Bimoli Kabupaten Parigi Moutong, PT Vale di Kabupaten Morowali, Dongi Senoro di Kabupaten Banggai, Blok Tiaka di Kabupaten Morowali Utara. Belum lagi yang lainnya.
‘’Pilihan Divestasi itu adalah pilihan yang patut didorong oleh semua kekuatan di Sulteng. Dari pada banyak masuk ke kantong tak bertuan lebih baik masuk ke kas daerah lewat pendapatan asli daerah lewat kepemilikan saham divestasi,’’ tandas Rendy serius.
Olehnya, ia sangat percaya bahwa dengan figur Ketua DPRD Sulteng, Prof Aminuddin Ponulele akan bersinergi dengan Gubernur Longki Djanggola.
Rupanya, desakan Divestasi juga disuarakan aktifis JALA (Jaringan Longki Djanggola), Aslamuddin Lasawedi. Menurut Aslamuddin yang akrab disapa Atang, otonomi daerah membawa berkah politik yang luar biasa. Tapi berkah politik itu tidak sebanding lurus dengan berkah ekonomi pada rakyat di daerah. ‘’Ya karena soal uang masih Jakarta sentries. Dengan keluarnya PP No 24 Tahun 2012 memberi angin segar bagi divestasi perusahaan asing/nasional di Sulteng. Kita harus lebih kreatif menggali sumber PAD yang tadinya tidak terjangkau,’’ jelas Atang.
Di Sulteng kata Atang, ia mensinyalir ratusan miliar hingga trilyunan rupiah dana yang seharusnya masuk ke kocek PAD menguap di belantara investasi. Parahnya, pemkab/pemkot dan pemprov tidak berdaya karena minimnya regulasi dari sisi investasi dan divestasi. ‘’Saya prihatin isu putra daerah hanya ramai di panggung politik. Sementara di panggung ekonomi/investasi di Sulteng nyaris tidak ada putra daerah yang bersuara. Ironis memang. Kita hanya sibuk soal politik saja,’’ tandas Atang lagi.
Hal senada juga disuarakan politisi Hanura Sulteng, Agus Salim Faisal, SH dan Iwan Dumalang, aktifis NGO di Sulteng. Keduanya sepakat kiranya seluruh elemen memberikan kontribusi pemikiran cerdas pada pimpinan-pimpinan daerah mendorong percepatan divestasi di Sulteng. ‘’Kalau regulasi dan tehnis hukumnya kami siap memberikan kontribusi,’’ usulnya serius. ‘’Waktunya Sulteng memiliki panggung ekonomi di negerinya sendiri. Payung hukum sudah ada apalagi ditunggu? Saya sependapat harus ada pemikiran ke divestasi,’’ tandas Iwan. ***
wartawan: andono wibisono
Editor: Sutrisno
Berita ini juga dapat dibaca di tabloid Sulteng1
0 komentar:
Posting Komentar