Ilustrasi |
Sejak awal digulirkan pemerintahan Jokowi, wacana penghapusan Raskin terus menuai kontra dari berbagai kalangan.
Namun, sinyal dari Menteri Keuangan, Bambang Brodjonegoro, semakin memperjelas rencana pemerintah itu.
Dikutip dari beberapa pemberitaan nasional, dalam keterangan persnya di Jakarta, Bambang menyatakan pemerintah akan segera menghapus pemberian subsidi pangan Raskin.
Menurut Bambang, demi menjaga ketersediaan beras bagi keluarga miskin lebih baik dengan cara memberikan subsidi langsung. Misalnya, lewat pemberian uang tunai langsung maupun mekanisme branchless banking atau via telepon genggam yang dimanfaatkan sebagai alat pembayaran untuk membeli beras.
"Jadi bukan harganya yang dimurahkan sehingga dapat dibeli oleh orang, yang kemudian malah dapat dibeli oleh orang yang akhirnya ribut sendiri, kemudian orang yang tidak berhak juga ikut membeli," ujarnya yang dikutip dari Rakyat Merdeka Online, Jumat (13/2/2015).
Desember lalu, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno juga sudah pernah menyatakan bahwa skema pembagian Raskin akan dihapus dan diganti uang elektronik atau e-money. Padahal, berbagai kalangan sudah mengingatkan bahwa mematikan Raskin dan menggantinya dengan e-money berpotensi melanggar UUD 1945 dan Undang-Undang Pangan.
Penolakan langsung menjamur, terutama dari kelompok warga ekonomi lemah. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir mengatakan, program Raskin bukan sekadar program memenuhi kebutuhan pangan masyarakat. Program ini juga terkait pertumbuhan sumber daya manusia, serta pertahanan bagi distribusi produk para petani lokal dari serbuan produk impor.
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, mendesak pemerintah meninjau ulang rencana penghapusan Raskin. Pihaknya menentang rencana pemerintah menghapuskan Raskin dan pupuk bersubsidi dengan alasan penghapusan itu sangat tidak tepat karena masih dibutuhkan oleh masyarakat. Fadli menilai, pemerintah seharusnya menambah subsidi bagi masyarakat miskin dan petani, bukan menguranginya.
Beberapa waktu lalu, Guru Besar FISIP Universitas Indonesia (UI), Paulus Wirutomo, pun meminta pemerintah tidak tergesa-gesa. Ia berharap pemerintah dapat lebih dulu melakukan penelitian dan kajian mendalam. Termasuk terhadap masyarakat yang membutuhkan raskin.
Menurut Paulus, pemerintah sejatinya mesti mendengarkan keluhan masyarakat, terutama yang selama ini menerima jatah Raskin. [Rmol]
0 komentar:
Posting Komentar