Jokowi - JK |
"Kepanikan melanda kubu Jokowi. Dukungan Demokrat menurunkan kondisi psikologis mereka," ujar psikolog politik dari Universitas Indonesia, Dewi Haroen, yang dikutip dari Rakyat Merdeka Online, Sabtu (5/7/2014).
Dia mengungkapkan, belakangan kubu Jokowi-JK jarang tampil bersama. Masing-masing sibuk sendiri, terkesan hanya relawan yang masih bergerak untuk menarik dukungan masyarakat.
"Sekarang Jokowi jarang terlihat bersama Megawati. Saat Surya Paloh mengadakan buka puasa pun, Megawati tidak hadir. Relawan jalan sendiri, yang bergerak relawan. Seharusnya, semuanya solid," katanya.
Sebaliknya, kubu Prabowo-Hatta selalu tampil bersama. Misalnya saat buka puasa bersama Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) di Cikeas, Bogor, Jumat malam (4/7/2014). Prabowo-Hatta datang didampingi Ketua Umum DPP Partai Golkar Aburizal Bakrie, Presiden PKS Anis Matta, Ketua Persatuan Indonesia (Perindo) Hary Tanoesoedibjo, dan para pengurus partai koalisi Merah Putih lainnya.
Dalam pertemuan itu, SBY menyampaikan lima pesan kepada Prabowo-Hatta. Salah satunya, sabar dan kuat menghadapi kritik. Demi rakyat, pemimpin tidak boleh reaktif.
"Sebenarnya itu sindiran untuk Jokowi. Jokowi terlalu reaktif, misalnya terkait kemarahan terhadap TV One yang dianggapnya wajar. Stabilitas politik itu penting untuk kesejahteraan rakyat," terangnya.
Dewi menambahkan, pertemuan di Cikeas itu menunjukkan SBY yakin Prabowo-Hatta akan memenangkan pertarungan 9 Juli mendatang. Menurutnya, SBY penuh perhitungan dan teliti, sehingga baru memutuskan memberikan dukungan di pekan terakhir jelang pilpres.
"SBY sangat teliti, perfeksionis. Dia sudah tahu siapa yang bakal menang. Dengan diterimanya Prabowo-Hatta di kediamannya, berarti ada sinyal Prabowo-Hatta menang," ungkapnya. [Rmol]
0 komentar:
Posting Komentar