(Ilustrasi) |
*Jarang Ngantor, Lebih banyak di Solo dan Menghambat Adminitrasi
Palu Jurnalsulteng.com- Kinerja Kepala Balai Wilayah Sungai Sulawesi (BWSS) III, di Palu Sehanto mulai dikritik beberapa kalangan di internalnya. Bahkan, anggota DPR RI Fraksi PDI-P Dapil Sulteng, H Rendy Lamadjido menyorotinya.
“Tidak benar, harus segera diganti. Saya akan panggil menteri dan Dirjennya. Dalam waktu dekat ini sebelum anggaran 2014 jalan,’’ aku Rendy pada wartawan di Jakarta, (25/10/2013).
Menurutnya, ia telah banyak menerima laporan terkait bidang yang digeluti di komisinya. Termasuk kinerja BWSS dan kepemimpinan Sehanto. Demikian juga dengan berbagai laporan terkait dengan proses tender dan lelang proyek. Ada beberapa kasus yang mencuat hingga ke Jakarta. Padahal, tidak sedikit dirinya bersama anggota DPR RI lainnya, yaitu Muhiddin Said memperjuangkan anggaran ke BWSS.
Sebagai wakil rakyat Sulteng, ia masih banyak mendapati di lapangan beberapa aliran sungai dan infrastruktur masih belum menyentuh petani. Baik di Kabupaten Poso, Donggala dan sekitar Kabupaten Morowali serta Touna. ‘’Saya prihatin sekali. Kemana anggaran yang telah kami perjuangkan itu,’’ akunya serius.
Untuk pembahasan anggaran 2014, Sulteng tidak memperoleh satu sen pun dengan sisa anggaran yang akan dibagi sekira Rp 3,8 trilyun. Padahal, Sulbar memperoleh Rp300 miliar, Gorontalo Rp200 miliar, Sulsel sekitar Rp350 miliar. ‘’Saya marah sekali dengan Pak Menteri. Saya katakan, kalau banjir di Jakarta, warga Jakarta tidak kehilangan pekerjaanya. Tidak hilang rumahnya. Tapi kalau di kampung saya, bila banjir sawah hilang, rumah hanyut dan seterusnya. Apa yang diperbuat petani?,’’ ujar Caleg DPR RI nomor urut dua itu serius.
Tapi, ketika dicek ke Dirjen, ternyata usulan BWSS III Sulteng tidak masuk alias tidak ada yang diusulkan oleh kementrian ke dewan. ‘’Ini apa. Kok mengusulkan anggaran pekerjaan saja nggak becus. Saya dengar usulan itu banyak diganti-ganti oleh Kepala balai. Terus terang saya marah sekali,’’ cerita putra mantan Gubernur Azis Lamadjido itu serius.
Rendy juga mendengar ada sejumlah proyek BWSS TA 2013 ini terancam tidak selesai alias terbengkalai. Dengan demikian, anggaran akan ditarik ke pusat kembali. Proyek itu total sekitar Rp46 miliar. Salah satunya proyek air baku Rp 15 miliar Pembangunan Intek dan Pipa Tranmisi Sumber Air Sungai Saluki Gumbasa Tahap IV. ‘’Kasus ini sudah ada di meja saya,’’ akunya serius.
Rendy juga berharap agar pekerjaan di BWSS III memenuhi azas profesionalisme dan mengedepankan pengusaha-pengusaha lokal. Jangan hanya dikuasai segelintir orang atau etnis. ‘’Saya dengar semuanya. Makanya ini terjadi karena pimpinan tidak dapat mengatur dengan baik. Akibatnya ada ketimpangan. Ada kecemburuan. Jelek-jelek saya juga mantan di Gapensi,’’ ujar mantan Ketua Gapensi Sulteng itu.
MALAS NGANTOR
Sehanto lebih banyak di kampungnya, Kota Solo. Bahkan sampai tiga pekan, ia enak-enakan tanpa memikirkan pekerjaannya di Palu. Beberapa staf dan pelaksana tehnis di BWSS III mengeluhkan pula hal itu. ‘’Kami juga tidak mengerti kenapa beliau demikian. Komunikasi sulit. Selalu menghindari elemen masyarakat. Kami juga kesulitan bila mau koordinasi dan tandatangan cek,’’ aku salah satu sumber di lingkup BWSS III.
Informasi yang dihimpun, Sehanto sebelumnya adalah pejabat di wilayah Kalimantan Selatan. Ia sebenarnya kurang sreg di Palu. Namun, karena menghindari benturan kepentingan kementrian dengan daerah, maka nama Sehanto menjadi pilihan kementrian. ‘’Ia lebih baik dari yang terjelek begitu istilahnya,’’ tandas sumber tertawa.(aws/bob)
editor:sutrisno
berita ini juga dapat dibaca di Tabloid Sulteng1
0 komentar:
Posting Komentar