Sutarman-Badrodin Haiti |
"Yang saya terima itu bukan Plt, tetapi menugaskan Wakapolri untuk melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggungjawab Kapolri. Jadi, bahasa pelaksana tugas itu tidak ada. Silakan ditafsirkan secara hukum apa itu. Apakah bahasa seperti itu bisa disebut Plt," kata Komjen Badrodin, yang dilansir dari detikcom, Senin (19/1/2015).
Bahasa yang dimaksud jenderal yang menjabat empat kali Kapolda ini adalah 'Melaksanakan tugas, wewenang, dan tanggungjawab'.
Undang-undang 2/2002 tentang Polri menyebutkan bahwa presiden dapat memberhentikan Kapolri dalam keadaan mendesak dan mengangkat Plt Kapolri. Nah, klausul dalam keadaan mendesak itu diartikan dengan pertama, Kapolri melanggar sumpah jabatan, atau tersandung kasus. Badrodin mencontohkan kasus korupsi. Adapun yang kedua adalah Kapolri membahayakan keselamatan negara.
Dua alasan tersebut, kata Badrodin, menjadi landasan diangkatnya Plt Kapolri. Namun, dalam kasus Jenderal Sutarman, presiden justru memberhentikan dengan hormat.
"Plt harus persetujuan DPR, sementara keputusan presiden yang saya terima bukan Plt," terang mantan Kabaharkam ini.
Menurut Badrodin, Plt dalam sebuah struktur jabatan akan terbentur dengan keterbatasan wewenang. Sementara Polri yang langsung bersentuhan dengan pelayanan masyarakat dan penegakan hukum tidak memperbolehkan terjadi kekosongan jabatan.
"Jadi, sama dengan Kapolri, tapi pangkatnya berbeda. Kita melaksanakan tugas Kapolri tetapi tetap Wakapolri," bebernya.[Dtc]
0 komentar:
Posting Komentar