>
Headlines News :
Home » » Kenaikkan TDL Kado Pahit Awal Tahun 2015

Kenaikkan TDL Kado Pahit Awal Tahun 2015

Written By Unknown on Senin, 15 Desember 2014 | 09.00.00

Ichsanuddin Noorsy
Jakarta, Jurnalsulteng.com- Awal tahun harusnya jadi semangat baru. Tapi, di awal tahun ini, masyarakat justru mendapatkan kado pahit. Per 1 Januari 2015, akan ada kenaikan tarif dasar listrik (TDL). Padahal, pada 18 November lalu pemerintah baru saja menaikkan harga BBM. (Baca: Masyarakat Tertipu Wajah 'Ndeso' Jokowi )

Kenaikan tarif nanti akan menggunakan sistem adjustment alias tidak tetap. Kenaikan akan bergantung pada tiga aspek yaitu inflasi, harga minyak dunia, dan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS. Jika ketiga aspek ini mengalami kenaikan tinggi, TDL juga akan tinggi.

Kenaikan ini berlaku untuk 12 golongan pelanggan tarif khusus. Mulai dari pelanggan rumah tangga dengan daya 1.300 voltameper sampai sampai industri dengan daya 30.000 voltampere. Khusus untuk pelanggan rumah tangga dengan daya 450-900 voltampere, tidak mengalami kenaikan.

Analis ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy menyebut, kenaikan ini jelas sangat memukul masyarakat.

"Situasi kantong masyarakat akan diayun-ayun dengan kenaikan ini. Mereka akan digoyang dengan gunjang-ganjing yang terjadi di inflasi, nilai tukar, harga minyak dunia, juga TDL," ucapnya, Senin (15/12/2014).

Belum ada kejelasan dari pemerintah besaran kenaikan yang akan diberlalukan. Dari hitungan Noorsi, kenaikan akan mencapai 15 persen lebih. "Kalau harga minyak tinggi dan nilai tukar terus menelah, jatuhnya (kenaikannya) akan semakin tinggi," jelasnya.

Kenaikan ini, lanjut Noorsi, berawal dari UU Nomor 30/2009 tentang Ketenagalistrikan, yang merupakan peninggalan pemerintahan SBY. UU tersebut mensyaratkan tarif listrik harus sesuai dengan harga keekonomian. Maka, mulai tahun tersebut dilakukan kenaikan secara bertahap, dan ujungnya dilakukan awal 2015 dengan penerapan sistem adjustment.

Walau kebijakan tersebut sudah dirancang lama, kata Noorsi, kalau Jokowi mau, masih bisa dibatalkan. Namun, sepertinya Jokowi malah melanjutkan kebijakan tersebut dengan alasan ruang fiskal yang sempit.

"Ternyata, pemerintah Jokowi ngomong tri sakti cuma kata-kata, cuma retorika. Dalam Pasal 33 UUD disebutkan, bahwa listrik, energi tidak boleh ikut harga pasar. Tapi ini malah diterapkan harga pasar," cetusnya yang dikulansir Rakyat Merdeka Online.

Ditambahkan Noorsi, selama ini pemerintah selalu beralasan bahwa golongan terendah yaitu pengguna daya 450-900 votlampere tidak mengalami kenaikan. Padahal, dalam beberapa tahun terakhir, golongan itu dipaksa pindah ke 1.300 voltampere dengan iming-iming gratis.

"Sekarang itu, yang paling banyak pengguna 1.300. Jadi, itu hanya manipulasi aja," tandasnya. [Rmol]
Share this article :

0 komentar:

Jurnalsulteng.com on Facebook

 
Developed by : Darmanto.com
Copyright © 2016. JURNAL SULTENG - Tristar Mediatama - All Rights Reserved
Template by Creating Website
Proudly powered by Blogger