Perumahan Transmigrasi di Levonu Desa Lemba Tongoa yang seharusnya 100 unit hanya 60 unit yang dikerjakan.
Kontraktor berdalih ada adendum. (Foto: Anto)
|
Selain tidak sesuai target pembangunan fisik, pelaksanaan proyek tersebut juga sudah melampaui tenggang waktu atau lebih dari satu bulan melampaui batas waktu yang ditentukan.
Dari 60 unit rumah yang sudah jadi, 50 diantaranya telah dibagikan kepada warga trans lokal. Sedangkan 10 unit dan 40 unit yang belum dikerjakan rencananya disiapkan untuk warga trans asal pulau Jawa.
Anehnya, pengerjaan 40 unit rumah yang belum dikerjakan ditender kembali dan dikerjakan oleh kontraktor yang sama. Padahal, proyek senilai Rp7,8 miliar tersebut meliputi pembangunan 100 unit rumah, sekolah dan tempat ibadah.
Beberapa warga juga mengeluhkan lokasi perumahan tersebut, karena pekarangan rumah mereka masih dipenuhi kayu-kayu bekas tebangan yang cukup besar.
"Banyak kayu besar siasa tebangan yang tidak dibersihkan. Kami butuh waktu sampai dua minggu untk membersihkannya. Makanya meskipun sudah dapat jatah rumah, masih banyak warga yang belum menempati perumahan itu," ujar salah satu warga yang enggan disebutkan namanya.
Selain itu, beberapa rumah juga rawan ambruk diterjang longsoran cuttingan bukit mulai tergerus air yang sewaktu-waktu dapat terjadi erosi. Bangunan juga dikerjakan tanpa pondasi, bahkan sepitank untuk WC hanya dibuat galian seukuran batas lengan orang dewasa, tanpa menggunakan cor besi.
Sepitank dikerjakan asal-asalan (foto: Anto) |
Sementara Sigit sebagai kontraktor pelaksana membantah tudingan pengerjaan proyek tesebut dikerjakan asal-asalan. namun demikian ia mengakui hanya menyelesaikan 60 unit rumah dari kontrak 100 unit rumah.
"Kan ada adendum, jadi yang 40 unit akan menuyusul dikerjakan," ujar Sigit yang ditemui dikediamannya.
Sigit juga mengakui bangunan tersebut tanpa menggunakan pondasi, tetapi menggunakan sistem Loid yang langsung menggunakan slop untuk menopang dinding bangunan.
"Memang tidak menggunakan pondasi, tetapi menggunakan sistem Loid. hal ini karena mengingat lokasi yang sangat sulit untuk mengangkut bahan bangunan," ujar Sigit lagi.
Warga trans di desa tersebut juga makin risau dan bingung karena peruntukan lahan usaha yang telah di tebang kayunya dan akan dijadikan kebun sekira 90 Hektar diklaim pihak kehutanan sebagai kawasan hutan lindung.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, lokasi untuk warga trans tersebut akan dipindahkan. menurut pegawai dinas kehutanan sigi yg telah memeriksa lokasi,banyak warga yg mengeluh dgn adanya pemindahan lahan berapa bulan lagi mereka menunggu untuk siap mereka tanami. (trs)
0 komentar:
Posting Komentar