>
Headlines News :
Home » , » Kisruh Ekspor Mineral, Asosiasi Ajukan Uji Materi

Kisruh Ekspor Mineral, Asosiasi Ajukan Uji Materi

Written By Unknown on Rabu, 12 Februari 2014 | 04.26.00

Jakarta, Jurnalsulteng.com - Asosiasi Pengusaha Mineral Indonesia (Apemindo) dan delapan perusahaan pertambangan menggugat Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara ke Mahkamah Konstitusi. 

"Jantung persoalan ada di pasal 102 dan 103 karena pemerintah menafsirkan pasal itu untuk melarang ekspor mineral mentah," kata Refly Harun selaku kuasa hukum tim uji materi Undang-Undang Minerba saat ditemui setelah menjalani sidang pemeriksaan pendahuluan di Mahkamah Konstitusi, yang dilansir Tempo.co Selasa, (11/2/ 2014).

Menurut Refly, pasal 102 yang mengatur peningkatan nilai tambah dan pasal 103 tentang pengolahan dan pemurnian hasil tambang mineral telah diterjemahkan dalam peraturan pemerintah yang mengancam kelangsungan perusahaan tambang skala kecil. "Ada pengusaha tambang yang sektor usahanya kecil dan orientasi mereka ekspor. Jika diharuskan mengolah dan memurnikan, dia justru tidak mendapatkan nilai tambah," kata Refly.

Tafsir peraturan pasal 102 dan 103, kata dia, tidak diterjemakan dalam peraturan yang melarang ekspor mineral mentah. Pemerintah dinilai cukup menetapkan kebijakan untuk mengontrol ekspor dengan pelarangan ekspor mineral mentah. Stok hasil tambang mineral mentah tak bisa diekspor karena pengusaha belum memiliki fasilitas pabrik pemurni mineral atau smelter.


Pada 2012, pemerintah mengeluarkan larangan mengekspor mineral mentah melalui Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7 Tahun 2012. Karena menuai protes, peraturan itu dibawa ke Mahkamah Agung untuk uji materi. Sebagai penggantinya, diterbitkan beleid baru, yakni Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 11 Tahun 2012 yang memperbolehkan perusahaan tambang pemegang izin usaha pertambangan (IUP) dan izin pemanfaatan ruang (IPR) boleh mengeskpor mineral mentah berdasarkan rekomendasi Kementerian Energi.

Namun kebijakan itu berubah lagi dengan terbitnya Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 20 Tahun 2013 yang mengharuskan perusahaan pemegang IUP dan IPR memurnikan hasil tambang sebelum mengekspor. Peraturan itu mewajibkan perusahaan memurnikan hasil tambang dalam jangka waktu lima tahun sejak berlakunya Undang-Undang Minerba.

Pada 2014, Kementerian ESDM kembali mengeluarkan Peraturan Menteri Nomor 1 Tahun 2014 yang mengatur bahwa ekspor mineral dibatasi dalam jumlah tertentu. Beleid itu juga mengecualikan pemurnian sejumlah komoditas mineral seperti nikel, bauksit, timah, emas, perak, dan kromium.

"Kami mempersoalkan kepastian hukum peraturan tentang larangan ekspor dan pemurnian hasil tambang yang terus berubah. Sudah dibatalkan oleh Mahkamah Agung Peraturan Menteri ESDM Nomor 7 Tahun 2012 tapi dibuat aturan serupa," kata Refly. Karena itu, Refly mendalilkan pasal 102 dan 103 melanggar asas kepastian hukum yang termuat dalam Pasal 28D Undang-Undang Dasar 1945.

Karena langkah hukum uji materi di Mahkamah Agung tak memuaskan, Refly menilai uji materi Pasal 102 dan Pasal 103 Undang-Undang Minerba ke Mahkamah Konstitusi sebagai langkah menuju jantung persoalan. "Peningkatan nilai tambah dan pemurnian memang kebijakan bagus, tapi jangan sampai membunuh," ujar Refly.***
Share this article :

0 komentar:

Jurnalsulteng.com on Facebook

 
Developed by : Darmanto.com
Copyright © 2016. JURNAL SULTENG - Tristar Mediatama - All Rights Reserved
Template by Creating Website
Proudly powered by Blogger