Palu, Jurnalsulteng.com - Balai Besar Taman Nasional Lore Lindu (BNTLL), Sulawesi Tengah kini membina komonitas adat yang mendiami wilayah Dongi-Dongi di kawasan hutan konservasi dan lindung, sejak beberapa tahun terakhir.
Kepala Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional Lore Lindu, Ahmad Yani, Rabu (17/12/2013) mengatakan, ada sekitar 800 kepala keluarga (KK) masyarakat yang sebagian besar adalah komunitas adat terpencil (KAT) telah menetap dan membuka kebun dalam areal Taman Nasional itu.
Mereka, kata Yani sudah cukup lama bermukim dan mengolah kebun di dalam kawasan hutan konservasi dan lindung tersebut.
Menurut data yang ada, areal hutan yang telah berubah fungsi dari hutan lindung menjadi areal pemukiman dan kebun masyarakat sudah mencapai 3.800 hektare.
Luas areal Taman Nasional Lore Lindu seluruhnya mencapai 218.000 hektare.
Pemerintah sudah berkali-kali mencoba untuk memindahkan para perambah dari kawasan hutan tersebut, namun hingga kini belum juga berhasil.
Ia mengaku untuk memindahkan mereka yang jumlahnya cukup besar tidaklah semudah membalikan telapak tangan.
Tentu membutuhkan waktu yang panjang dan pendekatan bijaksana dari semua pihak yang terkait di dalamnya.
Salah satu solusi yang sekarang ini dilakukan pihak Taman Nasional Lore Lindu terhadap para perambah yang ada di Dongi-Dongi melalui program pembinaan dan rehabilitasi.
Dalam beberapa tahun ini, Taman Nasional bekerja sama dengan TNI, Porli, dan para tokoh masyarakat dan adat setempat melakukan pembinaan.
Selain mereka dibina agar tidak lagi membuka areal kebun baru dalam kawasan Taman Nasional, juga melakukan rehabilitasi terhadap lahan yang sudah dikelolah.
"Kami telah mengajak masyarakat untuk merehab sendiri areal kebun dengan menanam berbagai tanaman produktif seperti mangga, durian dan kemiri," katanya.
Disamping itu, ada juga program rehabilitasi yang dilakukan pihak Taman Nasional Lore Lindu. "Sudah dua tahun ini hutan di Dongi-Dongi yang sudah menjadi kebun masyarakat direhabilitasi dengan menanam pohon-pohon yang sebelumnya pernah ada di wilayah tersebut," katanya.
Pohon-pohon yang ditanam melalui program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) antara lain bibit nantu, nyato, kemiri.
Ia menambahkan Kawasan Taman Nasional Lore Lindu merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki keanekaragam hayati yang sangat tinggi di Jantung Sulawesi "Heart of Celebes".
Juga menjadi habitat bagi 267 jenis burung yang 97 jenis diantaranya adalah spesies endemik sehingga oleh Lembaga Internasional Bird Life menyatakan kawasan ini sebagai "Bird Endemic Area".
Disamping itu keberadaan beberapa jenis satwa terancam punah antara lain Anoa, babirusa, Maleo, Rangkong, Tarius dan Musang Sulawesi serta Monyet Hitam Sulawesi menjadikan kawasan ini menjadi semakin penting untuk dilestarikan.
Gangguan kawasan Taman Nasional Lore Lindu sebagai kawasan konservasi dan lindung berupa perburuan Tumbuhan dan Satwa, penebangan pohon, perambahan serta kebakaran hutan yang secara keseluruhan dapat merusak ekosistem, terganggunya tata air dan kesuburan tanah sehingga dapat mengakibatkan banjir, tanah longsor dan bencana lainnya.
Kurang lebih 70 desa masyarakat yang bermukim di dalam dan sekitar kawasan konservasi tersebut.
Kawasan Taman Nasiona Lore Lindu yang berada di wilayah "Dongi-Dongi" Desa Tongoa Kabupaten Sigi dan Desa Sedoa Kabupaten Poso adalah kawasan yang mengalami perambahan yang cukup parah.
Seiring dengan halitu, kata Yani keberadaan jalan tersebut memicu minat bagi perambah hutan untuk melakukan perambahan di sepanjang jalan yang membelah kawasan Taman Nasional Lore Lindu, hal ini terjadi sejak awal tahun 2.000-an.
Berbagai upaya dilakukan mulai dari penyuluhan, sosialisasi sampai operasi represif namun tidak membuat perambahan terhenti bahwa semakin parah, dan akhirnya kini telah mencapai luasan 4.000 hektare di dalam kawasan Taman Nasional dirambah.
Dari sekian banyak pertemuan yang digelar di berbagai tempat baik di tingkat tapak, kabupaten maupun provinsi, menghasilkan sejumlah alternatif penyelesaian masalah perambahan.
Alternatif penyelesaian dimaksud antara lain mendorong penyelesaian masalah melalui skema Revisi Tata Ruang oleh Tim Terpadu RTRWP telah mengusulkan beberapa kawasan TNLL yang telah dirambah termasuk salah satunya adalah Dongi-Dongi.***
sumber:antarasulteng.com
Kepala Bidang Teknis Konservasi Taman Nasional Lore Lindu, Ahmad Yani, Rabu (17/12/2013) mengatakan, ada sekitar 800 kepala keluarga (KK) masyarakat yang sebagian besar adalah komunitas adat terpencil (KAT) telah menetap dan membuka kebun dalam areal Taman Nasional itu.
Mereka, kata Yani sudah cukup lama bermukim dan mengolah kebun di dalam kawasan hutan konservasi dan lindung tersebut.
Menurut data yang ada, areal hutan yang telah berubah fungsi dari hutan lindung menjadi areal pemukiman dan kebun masyarakat sudah mencapai 3.800 hektare.
Luas areal Taman Nasional Lore Lindu seluruhnya mencapai 218.000 hektare.
Pemerintah sudah berkali-kali mencoba untuk memindahkan para perambah dari kawasan hutan tersebut, namun hingga kini belum juga berhasil.
Ia mengaku untuk memindahkan mereka yang jumlahnya cukup besar tidaklah semudah membalikan telapak tangan.
Tentu membutuhkan waktu yang panjang dan pendekatan bijaksana dari semua pihak yang terkait di dalamnya.
Salah satu solusi yang sekarang ini dilakukan pihak Taman Nasional Lore Lindu terhadap para perambah yang ada di Dongi-Dongi melalui program pembinaan dan rehabilitasi.
Dalam beberapa tahun ini, Taman Nasional bekerja sama dengan TNI, Porli, dan para tokoh masyarakat dan adat setempat melakukan pembinaan.
Selain mereka dibina agar tidak lagi membuka areal kebun baru dalam kawasan Taman Nasional, juga melakukan rehabilitasi terhadap lahan yang sudah dikelolah.
"Kami telah mengajak masyarakat untuk merehab sendiri areal kebun dengan menanam berbagai tanaman produktif seperti mangga, durian dan kemiri," katanya.
Disamping itu, ada juga program rehabilitasi yang dilakukan pihak Taman Nasional Lore Lindu. "Sudah dua tahun ini hutan di Dongi-Dongi yang sudah menjadi kebun masyarakat direhabilitasi dengan menanam pohon-pohon yang sebelumnya pernah ada di wilayah tersebut," katanya.
Pohon-pohon yang ditanam melalui program rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) antara lain bibit nantu, nyato, kemiri.
Ia menambahkan Kawasan Taman Nasional Lore Lindu merupakan salah satu kawasan pelestarian alam yang ada di Provinsi Sulawesi Tengah yang memiliki keanekaragam hayati yang sangat tinggi di Jantung Sulawesi "Heart of Celebes".
Juga menjadi habitat bagi 267 jenis burung yang 97 jenis diantaranya adalah spesies endemik sehingga oleh Lembaga Internasional Bird Life menyatakan kawasan ini sebagai "Bird Endemic Area".
Disamping itu keberadaan beberapa jenis satwa terancam punah antara lain Anoa, babirusa, Maleo, Rangkong, Tarius dan Musang Sulawesi serta Monyet Hitam Sulawesi menjadikan kawasan ini menjadi semakin penting untuk dilestarikan.
Gangguan kawasan Taman Nasional Lore Lindu sebagai kawasan konservasi dan lindung berupa perburuan Tumbuhan dan Satwa, penebangan pohon, perambahan serta kebakaran hutan yang secara keseluruhan dapat merusak ekosistem, terganggunya tata air dan kesuburan tanah sehingga dapat mengakibatkan banjir, tanah longsor dan bencana lainnya.
Kurang lebih 70 desa masyarakat yang bermukim di dalam dan sekitar kawasan konservasi tersebut.
Kawasan Taman Nasiona Lore Lindu yang berada di wilayah "Dongi-Dongi" Desa Tongoa Kabupaten Sigi dan Desa Sedoa Kabupaten Poso adalah kawasan yang mengalami perambahan yang cukup parah.
Seiring dengan halitu, kata Yani keberadaan jalan tersebut memicu minat bagi perambah hutan untuk melakukan perambahan di sepanjang jalan yang membelah kawasan Taman Nasional Lore Lindu, hal ini terjadi sejak awal tahun 2.000-an.
Berbagai upaya dilakukan mulai dari penyuluhan, sosialisasi sampai operasi represif namun tidak membuat perambahan terhenti bahwa semakin parah, dan akhirnya kini telah mencapai luasan 4.000 hektare di dalam kawasan Taman Nasional dirambah.
Dari sekian banyak pertemuan yang digelar di berbagai tempat baik di tingkat tapak, kabupaten maupun provinsi, menghasilkan sejumlah alternatif penyelesaian masalah perambahan.
Alternatif penyelesaian dimaksud antara lain mendorong penyelesaian masalah melalui skema Revisi Tata Ruang oleh Tim Terpadu RTRWP telah mengusulkan beberapa kawasan TNLL yang telah dirambah termasuk salah satunya adalah Dongi-Dongi.***
sumber:antarasulteng.com
0 komentar:
Posting Komentar