ilustrasi lahan sawit |
"Tidak ada langkah konkret dari DPRD Sulawesi Tengah untuk membela masyarakat petani," kata Sudirman Paliba, aktivis Forum Tani Buol (FTB) di Palu, Rabu (11/9/2013).
Dia mengatakan hingga saat ini tidak ada anggota DPRD Sulawesi Tengah yang datang ke Kabupaten Buol untuk sekededar melihat akar masalah atau memberi semangat kepada masyarakat.
"Wakil yang mendapat amanah tidak berpihak kepada rakyat, padahal mereka ada yang berasal dari daerah pemilihan di Kabupaten Buol," katanya.
Sementara itu Koordinator Aliansi Gerakan Reforma Agraria (AGRA) Sulawesi Tengah, Nur Alim, menilai pemerintah belum serius menyelesaikan permasalahan sengketa lahan perkebunan atau pertambangan di sejumlah daerah di provinsi beribu Kota Palu ini.
"Lahan yang sudah terbukti milik rakyat harus kembali ke rakyat," katanya.
Menurut dia, saat ini wilayah Sulawesi Tengah dan daerah lainnya mengalami krisis pangan, tetapi yang diperluas justru lahan perkebunan dan pertambangan. "Betapa ironis negeri agraris kita ini," katanya.
Kasus sengketa lahan perkebunan sawit di Kabupaten Buol bermula dari permintaan petani agar Pemkab Buol dan perusahaan konsisten pada kesepakatan 24 Mei 2000 dan 16 Oktober 2012 di Kantor PT Citra Cakra Murdaya (CCM), di Cikini Jakarta.
Kesepakatan tersebut adalah pelepasan hak atas areal di luar hak guna usaha PT Hartati Inti Plantations seluas 4.926,85 hektare secepatnya diberikan pada masyarakat Buol berdasarkan sejarahnya.
Lahan seluas 4.926,85 hektare di luar izin hak guna usaha (HGU) tersebut mengakibatkan hilangnya batas desa transmigrasi serta menyerobot lahan transmigrasi Desa Kokobuka.***
sumber:antarasulteng.com
editor:sutrisno
0 komentar:
Posting Komentar