>
Headlines News :
Home » » Oposisi Politik dan Masyarakat Demokrasi

Oposisi Politik dan Masyarakat Demokrasi

Written By Unknown on Jumat, 15 Juli 2016 | 16.57.00

Oleh: Sisrilnardi
TULISAN Singkat ini hanya untuk mendiskusikan kembali, tentang peranan oposisi politik dalam kehidupan demokrasi kita saat ini. Hal tersebut didasari atas berbagai dinamika politik yang terjadi, terutama dalam proses kontrol oleh lembaga legislatif terhadap proses jalannya pemerintahan. Maka dari itu, penting kiranya untuk memunculkan kembali kontrol yang berasal dari kelompok masyarakat sebagai kekuatan penyeimbang dari lembaga politik sekarang.

Oposisi politik sendiri tidak selalu dipahami sebagai kelompok yang akan menjatuhkan suatu kekuasaan, atau kelompok yang hadir untuk menyulitkan tersalurnya kebijakan-kebijakan dari pemerintahan. Tapi dipahami sebagai kelompok yang dikategorikan sebagai pressure group atau kelompok penekan. Sejalan dengannya, Robert A. Dahl (1989) mengatakan, kehadiran oposisi juga akan memberikan penilaian kualitas baik atau buruk demokrasi dalam suatu negara. Karena esensi demokrasi, lebih kepada peranan seluruh aspek yang ada di dalam negara tanpa terkecuali.

Di negara kita sendiri, oposisi sering dikaitkan dengan partai-partai yang mengalami kekalahan dalam sistem electoral, kemudian memposisikan mereka berada di luar koalisi pendukung pemerintah melalui representasi di lembaga legislatif. Kita ingat, pada periode Susilo Bambang Yudhoyono ada PDI P, dan terjadi lagi pada partai pendukung Prabowo-Hatta pasca pilpres 2014. Walaupun sama-sama mengatakan sebagai kelompok oposisi, namun keberadaan mereka tidak cukup berpengaruh dalam proses dinamika keputusan politik yang ada.

Ketidakseimbangan kekuatan oposisi dengan koalisi partai pendukung pemerintah menjadi kunci dalam hal ini, apalagi di internal lembaga legislatif, sistem voting menjadi senjata utama untuk meloloskan segala keputusanpolitik. Apalagi kita dapat belajar dari kasus-kasus yang telah ada, lembaga ini hanya dijadikan sebagai tempat deal politik antara partai yang satu dengan partai yang lain, atau antara partai dengan pemerintah. Sehingga cukup bagi kita untuk menyimpulkan, keberadaan kelompok-kelompok tersebut tidak lebih pada pertimbangan atas kepentingan kelompok mereka bukan kepentingan publik pada umumnya.

Namun bukan berarti saya tidak mempercayai lembaga ini lagi dalam menjalankan fungsinya, tapi di era sekarang seperti yang telah saya katakan diawal, perlu untuk memunculkan oposisi yang benar-benar bisa untuk mengontrol ataupun menawarkan kebijakan sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan definisi dari oposisi politik tersebut. Maka menurut saya, kekuatan yang bisa mengimbangi kekuatan lembaga ini, adalah kekuatan yang berasal dari kelompok masyarakat.

Oposisi Kelompok Masyarakat
Oposisi didefinisikan sebagai kontrol dan kritik atas jalannya kebijakan oleh pemerintah. Menurut Ignas Kleden (1998), oposisi adalah sebuah fungsi dan aktifitas politik yang dapat dijalankan di dalam maupun di luar partai politik. Apalagi demokrasi kita saat ini melegitimasi bagi seluruh elemen negara untuk berperan aktif dalam proses pengambilan dan pelaksanaan suatu keputusan, terutama yang berkaitan dengan kebutuhan dari masyarakat itu sendiri.

Belajar dari berbagai kasus terutama pascare formasi politik yang lalu, bahwa lembaga kontrol yang saat ini ada masih sangat jauh dari harapan kita semua. Jika ada pun, itu lebih kepada kepentingan satu atau dua kelompok saja. Maka dari itu, menurut saya memunculkan kelompok oposisi di kalangan masyarakat adalah suatu keharusan. Sehingga segala keputusan pemerintah sebelum dilaksanakan, melewati yang namanya uji kelayakan atas keputusan tersebut. Selain dengan itu, kehadiran mereka juga akan berdampak pada tata kelola pemerintahan yang lebih responsif dalam menyikapi fungsinya sebagai “pelayan” masyarakat.

Untukitu, kehadiran oposisi dari kelompok masyarakat ini akan memberikan dampakpositif bagi perjalanan suatu pemerintahan. Dengan jalan inilah tentunya kita tidak lagi memberikan ruang bagi kelompok-kelompok yang memiliki akses sumber daya untuk memanfaatkan situasi. Karena segala keputusan yang menyangkut kebijakan oleh pemerintah, mendapatkan kontrol dari masyarakat. Jika keputusan tersebut atas pertimbangan kebutuhan lapangan, maka tentunya akan diterima, tapi kalau keputusan yang dihasilkan hanya mempertimbangkan pada keuntungan satu kelompok saja, pasti akan mendapat perlawanan dari masyarakat.

Sejauh ini, kontrol yang datang dari masyarakat menurut sayabelum memiliki kekuatan nyata untuk mempengaruhi proses kebijakan. Buktinya, walaupun pemerintah mendapatkan tekanan atas suatu kebijakan yang dibuat, mereka tetap melaksanakan keputusan tersebut bagaimana pun caranya, apalagi keputusan-keputusan yang selama ini dihasilkan lebih bernuansa politis ketimbang yang sifatnya substantif,  kita sudah akrab denganperilaku pemerintah tersebut. Maka dari itu, penting untuk melembagakan kembali oposisi masyarakat ini.

Pelembagaan yang saya maksudkan disini, berupa pengelolaan isu-isu kebijakan yang menyangkut kepentingan dari masyarakat padau mumnya. Hal ini lebih dikarenakan, fokus utama kita selama ini hanya memperhatikan isu yang hanya bersifat prosedural semata (baca: demokrasi prosedural), tanpa memperhatikan bagaimana pemerintah lewat kebijakannya mensejahterakan masyarakatnya.

Jika hal ini tercapai, maka setidaknya menurut saya kita akan mencapai keadilan bagi seluruh rakyat tanpa ada yang mengalami diskriminasiatas kebijakan tersebut.(***)

(Penulis adalah Mahasiswa Program Magister mengambil Konsentrasi Politik Indonesia di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta)

Share this article :

0 komentar:

Jurnalsulteng.com on Facebook

 
Developed by : Darmanto.com
Copyright © 2016. JURNAL SULTENG - Tristar Mediatama - All Rights Reserved
Template by Creating Website
Proudly powered by Blogger