Joko Widodo |
Beberapa malah cukup memberatkan ketika situasi ekonomi digoncang krisis dunia beberapa waktu lalu. Mulai dari anjloknya harga minyak dunia sampai isu kenaikan suku bunga The Fed yang menjadi rujukan perekonomian seluruh dunia.
Beberapa kebijakan kontroversi diputuskan Presiden Jokowi di 2015 merupakan rentetan perjalanan pemerintah. Namun, semuanya diklaim sebagai antisipasi perbaikan ekonomi Indonesia.
Selain itu, ada kebijakan Presiden Jokowi memang dinilai politis serta terburu-buru, malahan paling anyar kebijakan Dana Ketahanan Energi (DKE) banyak kalangan menyebut kebijakan 'nyeleneh' ketika masyarakat harus dibebankan dalam pembelian Bahan Bakar Minyak.
Inilah beberapa kebijakan kontroversi Presiden Jokowi di sektor ekonomi sepanjang Tahun 2015:
1. Bagi Jabatan ke Relawan
Saat kampanye Pemilihan Presiden (Pilpres) banyak calon memang hanya mengobral janji. Ketika gembar gembor tak ada bagi-bagi kursi cuma jadi pepesan kosong.
Awal terbentuknya bongkar pasang jajaran teras BUMN jadi bukti nyata kalau balas budi jasa politik memang terpampang secara jelas. Bahkan beberapa malah menjadi komisaris.
Praktek ini sebenarnya hal yang lumrah dilakukan presiden-presiden sebelumnya. Terakhir paling anyar, Fadjroel Racman diangkat menjadi Komisaris Utama PT Adhi Karya.
Berikut beberapa nama tim sukses dan relawan atau orang dekat Jokowi yang kini menjabat komisaris BUMN.
Cahaya Dwi Rembulan Sinaga, Relawan Jokowi ini ditunjuk menjadi komisaris independen Bank Mandiri dalam rapat umum pemegang saham, awal pekan lalu. Dwi adalah politisi PDI Perjuangan yang gagal melaju menjadi anggota DPR-RI pada pemilu legislatif 2009.
Dwi belum memiliki rekam jejak di dunia perbankan. Sejak 2007 hingga sekarang, Dwi adalah Kepala UPT Multimedia Universitas Trisakti. Dia juga pendiri dan Direktur Utama PT Radio MS TRI 104,2 FM. Alumni magister hukum Trisakti itu juga pernah menjadi konsultan hukum LSM Internasional Internews Indonesia (2002-2004).
Pataniari Siahaan. Dia ditunjuk menjadi komisaris independen BNI dalam rapat umum pemegang saham, pekan lalu. Pataniari adalah politikus PDI Perjuangan. Dosen Fakultas Hukum Universitas Trisakti ini gagal melaju menjadi anggota DPR-RI pada pemilu legislatif 2014.
Pataniari tak memiliki rekam jejak di perbankan. Selama dua periode di DPR, Pataniari tak pernah berada di komisi terkait keuangan dan perbankan.
Alexander Sonny Keraf. Menteri Negara Lingkungan Hidup era Presiden Abdurrahman Wahid itu diangkat menjadi komisaris independen BRI dalam rapat umum pemegang saham. Dia merupakan anggota badan penelitian dan pengembangan (Balitbang) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Sebelum menjadi menteri, Sony adalah dosen filsafat di Universitas Atmajaya.
Jeffry Wurangian. Politikus Partai Nasional Demokrat ini ditunjuk menjadi komisaris BRI. Dia pernah mencalonkan diri menjadi Calon Legislatif DPR-RI daerah pemilihan Jawa timur V dengan nomor urut 5. Untungnya, Jeffry memiliki rekam jejak tebal di dunia perbankan. Dia adalah mantan Direktur Utama Bank Sulawesi Utara (Sulut).
Refly Harun. Pakar hukum tata negara dan Staf khusus Mensesneg bidang hukum itu ditunjuk menjadi komisaris utama PT Jasa Marga. Rekam jejak Refly selama ini tidak pernah tercatat di dunia usaha.
Dia lebih banyak berkecimpung di dunia akademisi, aktif sebagai staf ahli salah seorang hakim konstitusi dan juga pernah sebagai konsultan dan peneliti di Centre of Electoral Reform (Cetro).
Diaz Hendropriyono. Anak mantan Kepala BIN AM Hendropriyono itu dikenal sebagai pengusaha dan selama pilpres lalu menjadi ketua umum koalisi anak muda dan relawan (Kawan) Jokowi.
Terkait penunjukkannya sebagai salah satu komisaris di PT Telkomsel, banyak yang mempertanyakan kapasitas dia yang tidak memiliki rekam jejak di dunia telekomunikasi.
2. Tarif Listrik Naik
Listrik memang masih jadi kelemahan. Di daerah luar pulau jawa, gangguan listrik masih jadi masalah utama, Namun bukan mendorong pembangunan infrastruktur dan kapasitas listrik di Indonesia, pemerintah malah menaikkan tarif dasar listrik, selain mencabut subsidi bagi masyarakat.
Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM, Jarman mengatakan rencana ini pernah dijadwalkan diterapkan 1 Januari 2015. Namun atas instruksi Presiden Joko Widodo, rencana ini ditunda dan baru diterapkan atas intruksi presiden.
Tarif listrik pelanggan rumah tangga berdaya 1.300 VA dan 2.200 VA pada Desember 2015 akan mengalami kenaikan sebesar 11,6 persen dibandingkan November 2015. Hal ini menyusul pemberlakuan mekanisme penyesuaian tarif kedua golongan tersebut.
Kepala Divisi Niaga PT PLN (Persero), Benny Marbun mengatakan, pada Desember 2015, tarif listrik pelanggan rumah tangga golongan berdaya 1.300 dan 2.200 VA ditetapkan sebesar Rp 1.509 per kWh. Sementara, pada November 2015, tarif golongan berdaya 1.300 dan 2.200 VA masih ditetapkan tarif sebesar Rp 1.352 per kWh.
Dengan demikian, terdapat kenaikan Rp 157 per kWh atau 11,6 persen.
Mulai Desember 2015, PLN memberlakukan mekanisme penyesuaian tarif (tariff adjustment) atau tidak mendapat subsidi lagi untuk pelanggan golongan rumah tangga berdaya 1.300 dan 2.200 VA.
Plt Kepala Satuan Komunikasi Korporat PLN, Bambang Dwiyanto mengatakan, sebenarnya, tarif listrik bagi rumah tangga daya 1.300 dan 2.200 VA sudah harus mengikuti mekanisme 'tariff adjustment' per 1 Januari 2015 bersamaan dengan pelanggan 10 golongan lainnya.
Namun, lanjutnya, pemerintah dan PLN kala itu mengambil kebijakan untuk menunda penerapan 'tariff adjustment' pada pelanggan rumah tangga daya 1.300 dan 2.200 VA tersebut.
Pertimbangannya, menurut dia, saat itu pelanggan golongan rumah tangga tersebut sudah mengalami kenaikan tarif listrik secara bertahap sejak Juli 2014 hingga November 2014. "Penundaan itu untuk meringankan beban ekonomi pelanggan kedua golongan tersebut," katanya seperti dilansir Antara, Senin (30/11/2015).
Dengan demikian, per Desember 2015, sebanyak 12 golongan tarif listrik sudah mengikuti mekanisme 'tariff adjusment'.
Ke-12 golongan tarif listrik tersebut adalah rumah tangga R-1/tegangan rendah (TR) daya 1.300 VA, rumah tangga R-1/TR daya 2.200 VA, rumah tangga R-2/TR daya 3.500 VA sampai 5.500 VA, dan rumah tangga R-3/TR daya 6.600 VA ke atas.
Selanjutnya, golongan bisnis B-2/TR daya 6.600VA sampai 200 kVA, bisnis B-3/tegangan menengah (TM) daya di atas 200 kVA, industri I-3/TM daya di atas 200 kVA, dan industri I-4/tegangan tinggi (TT) daya 30.000 kVA ke atas.
Golongan lainnya adalah kantor pemerintah P-1/TR daya 6.600 VA sampai 200 kVA, kantor pemerintah P-2/TM daya di atas 200 kVA, penerangan jalan umum P-3/TR, dan ayanan khusus TR/TM/TT.
Bambang juga mengatakan, pada Desember 2015, tarif 10 golongan pelanggan yang sudah diberlakukan 'tariff adjustment' per Januari 2015 mengalami penurunan dibanding November 2015.
Golongan tarif rumah tangga sedang (R-2) daya 3.500 VA sampai 5.500 VA dan rumah tangga besar (R-3) daya 6.600 VA ke atas turun dari Rp1.533 per kilo Watt hour (kWh) pada November 2015 menjadi Rp1.509 per kWh pada Desember 2015.
Untuk golongan tarif bisnis sedang, industri besar, kantor pemerintah, PJU dan layanan khusus juga mengalami penurunan tipis dibanding bulan sebelumnya.
"Penurunan itu dipengaruhi tingkat inflasi yang rendah dan nilai tukar rupiah yang menguat beberapa waktu terakhir," katanya.
Sementara untuk pelanggan rumah tangga kecil daya 450 dan 900 VA, bisnis dan industri kecil serta pelanggan sosial tarifnya tetap dan tidak diberlakukan 'tariff adjustment'. "Pelanggan golongan ini masih diberikan subsidi oleh pemerintah," kata Bambang.
3. Hapus Subsidi BBM
Pemerintah telah menetapkan harga baru untuk BBM jenis Premium dan Solar. Premium turun menjadi Rp 7.600 per liter dan Solar jadi 7.250 per liter. Dalam harga baru ini, pemerintah telah mencabut penuh subsidi untuk Premium. Namun, untuk Solar pemerintah masih mengucurkan subsidi tetap sebesar Rp 1.000 per liter.
Harga Solar saat ini turun Rp 250 per liter, sehingga menjadi Rp 7.250 per liter. Sementara harga Solar nonsubsidi masih bertahan sebesar Rp 8.250 per liter.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Sofyan Djalil mengatakan kebijakan tersebut diambil untuk merespon merosotnya harga minyak mentah Indonesia (Indonesia Crude Price/ICP), dan berdampak pada harga jual Solar yang ikut mengalami penurunan.
"Pemerintah masih merasa memberi subsidi tetap pada Solar Rp 1.000 per liter," ujarnya beberapa waktu lalu.
Menurut dia, patokan harga tersebut mengikuti penurunan ICP mendekati USD 60 per barel dengan kurs Rp 12.380 per dolar Amerika Serikat (AS). "Kami tetap memberikan subsidi untuk BBM jenis Solar demi kepentingan banyak orang. Subsidi cuma diberikan untuk Solar karena secara teori masih digunakan untuk kepentingan ekonomi," jelas dia.
Dengan skema subsidi tetap, pemerintah akan lebih mudah menghitung anggaran subsidi dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"Ini akan dimasukkan dalam APBN Perubahan tahun depan yang baru akan masuk minggu pertama Januari 2015. Sebab di masa lalu subsidi nggak bisa dihitung, tapi sekarang bisa dihitung karena sudah fix," tutupnya.
4. Dana Ketahanan Energi
Muncul banyak polemik ketika pemerintah memunggut dana sebesar Rp 200 dan Rp 300 buat perliternya dari pembelian Bahan Bakar Minyak buat (BBM) jenis premium dan solar.
Pemerintah mengaku ini merupakan program lama yang sudah dicanagkan sejak lama. Atas dasar itu, pemerintah berencana memanfaatkan momentum penurunan harga BBM untuk memungut dana ketahanan energi. Beberapa hari lalu diputuskan harga premium turun sebesar Rp 150 menjadi Rp 7.150 per liter dan solar Rp 800 menjadi Rp 5.950 per liter mulai 5 Januari 2016.
Pemerintah memerkirakan bisa meraup dana ketahanan energi sekitar Rp 15 triliun-Rp 16 triliun per tahun. Itu dipungut dari penjualan premium sebesar Rp 200 per liter dan Solar Rp 300 per liter.
"Itu cukup baik untuk membangun energi baru, memberi subsidi pada tarif listrik yang belum sepenuhnya kompetitif," ungkap Menteri ESDM Sudirman Said di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/12).
Sudirman mengatakan, pemungutan dana ketahanan energi merupakan implementasi pasal 30 Undang-Undang No.30 tahun 2007 tentang energi. Di mana pengembangan energi terbarukan harus dibiayai pendapatan negara berasal dari energi fosil.
"Harusnya kita memungut dana premi, dana fosil tapi tidak pernah. Tapi ini mumpung keadaan harga lagi rendah, waktunya melakukan itu," katanya.
"Itu akan menjadi dana simpanan, dan mekanismenya yang akan kami atur dengan Menteri Keuangan. Kami tidak punya mekanisme penganggarannya, tapi prinsipnya dulu disepakati."
Menurut Sudirman, pihaknya bakal mengelola dana ketahanan energi tersebut. Pemanfaatannya bakal diawasi Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Komisi VII DPR-RI.
Pemungutan dana bakal dimulai 5 Januari mendatang. Itu bertepatan dengan pemberlakuan penurunan harga bahan bakar minyak.
Di mana, premium turun sebesar Rp 150 menjadi Rp 7.150 per liter dari saat ini Rp 7.300 per liter. Sementara, solar turun Rp 800 menjadi Rp 5.950 per liter dari Rp 6.700 per liter.
Jika pungutan dana ketahanan energi dihilangkan, maka harga keekonomian premium hanya Rp 6.950 per liter dan solar Rp 5.650 per liter.[***]
Sumber; Merdeka
0 komentar:
Posting Komentar