>
Headlines News :
Home » » Seberapa Besar Kepedulian Pemda Terhadap Potensi Wisata Sulteng?

Seberapa Besar Kepedulian Pemda Terhadap Potensi Wisata Sulteng?

Written By Unknown on Selasa, 27 Januari 2015 | 23.59.00

Oleh : Fajaria Citradara 

INDONESIA Adalah salah satu Negara yang kaya akan wisata alam dan kebudayaan. Sebagai salah satu anak bangsa yang gemar “travelling” istilah anak- anak gaul sekarang backpacker. Dengan banyaknya kawasan wisata alam yang pernah saya kunjungi ada hal yang menggelitik saya, pada saat saya berkunjung ke salah satu daerah di Indonesia, yaitu Palu.

Setiap kali saya mendengar provinsi di Sulawesi yang saya kenal adalah Kendari, Makassar dan Manado. Ternyata sebagai anak yang sok gaul, ada kawasan di Provinsi Sulawesi Tengah yang mempunyai nilai sejarah cukup tinggi adalah Kota Palu, bahkan saya sempat searching di mbah Google, bahwa Kota Palu juga terkenal di luar negeri dikarenakan ada daerah mistis disana yaitu daerah “Uwentira” atau disebut kota yang hilang.

Ada beberapa kawasan wisata di Palu yang pernah saya kunjungi, yaitu pantai Enu, pantai Tanjung Karang dan pantai Talise. Ada beberapa hal yang saya ingin kritik, sebagai anak bangsa yang jarang melihat pantai mungkin kalau dibilang saya sok-sok-an atau norak, ya terserah! Yang pasti, saya berharap Indonesia khususnya daerah Palu bisa mengembangkan kawasan wisatanya menjadi kawasan wisata yang bersih dan tidak tercemar oleh tangan- tangan jahil dan rakus.

Saya dan seorang sahabat saya pergi ke Kota Palu untuk menikmati liburan kami yang cukup panjang pada saat itu, tapi sayang sekali waktu kami berkunjung ke pantai tanjung karang, kami di minta bayaran yang memang tidak seberapa. Lalu, pada saat kami masuk dan mencari penginapan di kawasan itu, ASTAGA!! penginapan penduduk yang tidak lazim, khususnya untuk saya dan sahabat saya dari kota besar.

Penginapan-penginapan disana yang sepertinya tidak diurus dengan baik oleh  pemerintah maupun pribadi. Dan yang lucunya, di ujung kawasaan wisata ini, ada cottage yang cukup bagus dan indah seperti saya lihat di daerah Bali. Pada malam itu, saya dan sahabat saya merencanakan untuk menginap di cottage tersebut, tapi sayang saya tidak bisa menginap disana ,menurut penjaga disana kamarnya penuh dan  berbagai alasaan lainnya. Padahal saya dan sahabat mempunyai cukup uang untuk menginap disana, dengan minimum rate per kamar Rp1 juta lebih. Agak kecewa sih, tapi akhirnya kami dapat juga penginapan yang tidak mewah tapi cukup untuk kami tidur dan menikmati indahnya pantai. Karena, hari sudah malam kami memutuskan untuk bermalam di salah satu penginapan pemerintah daerah setempat dengan harga 1 malam Rp500 ribu.

Yang membuat saya tidak nyaman berada di sepanjang pantai di Palu adalah pemandangan penginapan penduduk yang mendekati bibir pantai (cukup dekat dengan air-nya ), sampah yang berserakan, parkir mobil yang sembarangan. Bagaimanakah peran Pemda setempat?
Sayang sekali dengan kawasan wisata yang cukup menarik, air laut yang jernih, terumbu karang yang indah, ikan- ikan yang beraneka ragam. Pemda setempat tidak bisa melihat dengan baik, bahwa aset wisata yang dimiliki bisa menjadi salah satu devisa atau pendapatan Negara, bahkan masyarakat setempat khususnya daerah Donggala bisa menikmati hasil dari kawasan itu. Apabila Pemda setempat tetap membiarkan kawasan wisata Tanjung Karang seperti sekarang, apa yang dihasilkan? Tidak ada!!!

Hanya penduduk yang mempunyai tempat untuk menginap (bilik bamboo) yang tidak tersusun rapi di sepanjang pantai berpenghasilan cukup, hanya dengan menyewakan tempat menginap dengan rate Rp450 ribu semalam, dengan kondisi yang tidak layak.

Jikalau pemerintah setempat bisa membersihkan kawasan pantai 3 hari sekali, berarti sama saja dengan memberikan lapangan kerja bagi rakyat yang membutuhkan, adil bukan?! Kawasan bersih dan indah, pendapatan daerah meningkat juga memberikan peluang kerja bagi masyarakat Donggala khususnya.

Membersihkan tempat-tempat penginapan yang tidak beraturan. Menurut saya sih, coba dibuat cottage atau villa yang dikelola oleh pemerintah daerah, dibuatlah yang lumayan dan layak. Turis local dan asing yang datang tidak cuma membutuhkan tempat tidur saja! Tapi juga kenyamanannya, kebersihan dan keamanan.

Saya pernah bertemu dengan salah satu pejabat disana, dia bilang kepada saya “ saya saja, yang tinggal di Palu, dan menjabat di daerah sini, mana bisa manginap di Cottage yang indah di ujung sana, pemerintah disini juga diam saja ?”

Miris sekali saya mendengar itu, sedih… Padahal, kami asli orang Indonesia, tapi tersingkir hanya dengan keadaan yang memprioritaskan kepentingan pribadi.
Saya sering berpergian keliling Indonesia, bahkan ke luar negri. Tapi, kok saya merasa, di luar negri dan hanya di beberapa daerah tertentu di Indonesia menjadi kawasan wisata yang menarik dan dihargai oleh pemerintah atau penduduk setempat.

Seandainya kawasan wisata ini bisa diperhatikan, mungkin banyak wisatawan lokal ataupun mancanegara berdatangan ke Palu . Dengan pengontrolan yang cukup dari pemerintah dan masyarakat khususnya, terhadap para wisatawan lokal maupun mancanegara, jangan sampai laut yang indah dan kawasan yang asri menjadi milik orang lain atau aset pribadi yang banyak sekali kita temui di dalam dan di luar negeri yang menjadi area private beach (pantai pribadi).

Semoga dengan adanya kritik membangun dari kami anak Indonesia,yang suka sekali belajar dan belajar. Mari kita bangun wisata Indonesia menjadi lebih baik lagi dan menjadi wisata yang menarik di mata dunia.***

(Penulis adalah Kindergarten Teacher dan tinggal di Jakarta)

Share this article :

0 komentar:

Jurnalsulteng.com on Facebook

 
Developed by : Darmanto.com
Copyright © 2016. JURNAL SULTENG - Tristar Mediatama - All Rights Reserved
Template by Creating Website
Proudly powered by Blogger