Joko Widodo |
Demikian disampaikan Koordinator Gerakan Indonesia Bersih (GIB) Adhie M Massardi dalam keterangan tertulisnya yang dilansir Rakyat Merdeka Online, Senin (12/1/2015).
"Jika presiden tidak segera mengatasi kontroversi ini, bukan hanya akan menggerus wibawa yang bersangkutan saat nanti jadi Kapolri, tapi juga bakal menimbulkan demoralisasi pada bawahannya," ujarnya.
Ia pun menilai munculnya polemik atas Komjen BG karena Jokowi dan kelompoknya sebagai pendatang baru di panggung kekuasaan, tidak paham arti hak prerogatif di negara demokrasi. Jubir presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur ini menegaskan, hak prerogatif presiden itu sebenarnya hanya untuk bentuk kabinet. Sedang untuk jabatan publik lain, tetap harus melalui mekanisme yang transparan.
"Sekarang ini kekuasaan yang tidak dapat dikontrol, digugat dan dipertanggungjawabkan, dalam prakteknya sulit mendapat tempat," ujarnya.
Dalam praktek ketatanegaraan negara demokrasi, lanjut dia, sejatinya hak prerogatif tidak lagi bersifat mutlak dan mandiri, kecuali dalam hal pengambilan kebijakan dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan. Khusus untuk memilih panglima TNI, Kepala Staf TNI AD, AU, AL dan Polri, menurut hemat Adhie, sebaiknya presiden menghormati mekanisme di internal mereka.
"Hidupkan dan hormati keputusan Dewan Kepangkatan dan Jabatan Tinggi di masing-masing organisasi agar lahir pimpinan yang berintegritas dan dihormati bawahannya. Bila pimpinan dianggap tidak berintegritas perintahnya tak akan dituruti. Padahal mereka bersenjata," pinta Adhie.
Menurut dia, salah satu pemicu seringnya terjadi bentrokan antara TNI dan Polri adalah hilangnya integritas dan wibawa pimpinannya karena presiden salah menafsirkan hak prerogatif. Pada akhirnya, hanya yang dekat dengan presiden atau orang-orang presiden yang bisa jadi pemimpin.[Rmol]
0 komentar:
Posting Komentar