>
Headlines News :
Home » » Jokowi, Penentang atau Bagian Kaum Neoliberal Pembajak Slogan Trisakti?

Jokowi, Penentang atau Bagian Kaum Neoliberal Pembajak Slogan Trisakti?

Written By Unknown on Kamis, 23 Oktober 2014 | 22.25.00

Jokowi 
Jakarta, Jurnalsulteng.com- Beberapa alasan dipakai Joko Widodo berkaitan dengan berlarut-larutnya pembentukan kabinet. Alasan pertama penundaan berkaitan dengan penyesuaian dengan DPR RI soal kementerian-kementerian baru yang dibentuk.

Alasan kedua, delapan nama dicoret alias mendapat tanda merah dan kuning dari KPK dan PPATK. Alasan ketiga, pencoretan itu mengharuskan Presiden Joko Widodo memasukkan nama-nama baru. Dan pada saat yang sama membuat orang-orang yang mengusulkan nama-nama itu harus memberi kandidat baru.

(Baca: Jokowi Batal Umumkan Menteri Karena Menghadap Megawati )

Menanggapi situasi ini, dalam pandangan analis kebijakan publik, Ichsanuddin Noorsy, pasti ada pengaruh kelompok neoliberal yang mencoba untuk menunggangi slogan Trisakti yang selalu dikumandangkan Jokowi.

"Dalam iklim politik Jakarta yang seperti rimba raya menyimpan misteri, Jokowi mesti memiliki kekuatan intelektual dan spritiual. Kalau tidak, akan seperti sekarang. Tertunda-tunda menimbulkan banyak tanda tanya besar," kata Ichsanuddin Noorsy yang dikutip dari RMOL, Kamis malam (23/10/2014).

Ekonom senior ini pastikan, kaum neoliberal akan sebisa mungkin menunggangi slogan Trisakti dan ekonomi mandiri walau itu tidak cocok dengan gaya mereka.

"Slogan Trisakti ini yang akan mereka bajak atau mereka simpangkan. Maka mereka melakukan lobi, pendekatan, meyakinkan. Itu sangat penting agar mereka tetap pegang posisi kunci dengan bungkusan profesionalitas," ungkapnya.

Apakah Jokowi serius dan mampu melawan pengaruh kelompok anti konstitusi, Trisakti dan kemandirian ekonomi itu, Noorsy belum dapat memastikannya karena sangat tergantung struktur pemerintahan kabinet yang dipilihnya.

"Sampai sekarang harus kita tunggu personil kabinet. Konsisten dengan semangat perlawanan Jokowi atau tidak, sejalan dengan slogan Trisakti atau tidak, sejalan atau tidak dengan revolusi mentalnya?," urainya.

Sebetulnya, dengan menggagas Trisakti, seharusnya Jokowi berseberangan dengan orang-orang neoliberal. Secara normatif dia harus mengambil jarak dengan orang-orang itu.

"Ini kan politik, tergantung dia pilih teman siapa dan punya lawan siapa. Saya tidak tahu orang-orang yang dia ajak berteman dalam rombongan barisan menegakkan Trisakti. Barisannya siapa? Pengkhianat konstitusi kah? Jadi statusnya adalah hipotesis," ucapnya.

Dalam sumpah jabatan presiden, lanjutnya, Jokowi bersumpah akan menjalankan kewajiban sebaik-baiknya, seadil-adilnya, memegang teguh konstitusi dan undang-undang selurus-lurusnya.

"Konstitusi itu kan Trisakti. Sementara dari era Soeharto sampai era SBY konstitusi kita sudah dibengkokkan. Sehingga keluarlah kata-kata Jokowi akan pentingnya mengangkat harkat martabat bangsa. Pentingnya membangun Indonesia sejahtera," tambah Noorsy.

Munculnya slogan Trisakti dari Jokowi adalah bentuk kesadarannya bahwa ada sesuatu yang sudah rusak, atau tak sesuai konstitusi. Dengan dia bersumpah menjalankan kewajiban presiden dengan berdasar konstitusi sekaligus menegakkan Trisakti, maka Noorsy percaya Jokowi punya tekad kuat untuk menumbuhkan itu.

"Orang-orang di Tim Transisi itu tidak bisa kita jadikan patokan karena mereka tidak punya posisi kunci. Saya masih melihat dan menunggu peluang sampai seberapa jauh dia menjalankan sumpahnya. Yang pasti inilah kesempatan untuk dia tidak serta merta membuat pernyataan yang cepat, tapi tidak efektif," tutup Noorsy. [Rmol]




Share this article :

0 komentar:

Jurnalsulteng.com on Facebook

 
Developed by : Darmanto.com
Copyright © 2016. JURNAL SULTENG - Tristar Mediatama - All Rights Reserved
Template by Creating Website
Proudly powered by Blogger