(Sebuah Catatan dari Palu Jazz Festival #1)
Oleh : Adi Prianto, SH
KEHADIRAN Putih Production (PP) sebagai Event Organizer (EO) adalah kesyukuran tersendiri bagi penikmat musik di Kota Palu, PP menggelar Palu Jazz Festival #1 menambah referensi ivent yang harus dikunjungi berkala setiap tahunnya. Venue Palu Jazz Festival # berkonsep out-door, mengambil tempat di taman GOR, tempat yang dipilih tidak main-main pula. Taman GOR awal tahun 2000-an adalah kawah candradimuka bagi musisi lokal yang ingin eksis, taman GOR pada tahun itu menjadi tempat perjamuan bagi scane musik bawah tanah bersilaturahmi. Opi Danzo, Anto Baret, Sahara dan lainnya adalah artis Ibu Kota yang pernah mendaratkan kakinya di Taman GOR dan merasakan hangatnya sambutan penikmat musik Kota Palu.
Dukungan tata suara dan lampu dari Bee Tween begitu epik, walau ukuran panggung masih terbilang kecil untuk panggung kelas festival musisi Jazz yang personilnya lebih dari lima orang, sangat kelihatan ketika penampilan Manggara Jazz Project (MJP). Hari pertama dan terakhir pelaksanaan Palu Jazz Festival selalu dihantui dengan mendung dan gerimis disore hari, cuaca sangat berpihak pada malam hari, terbebas dari gangguan hujan dan menjadi daya dukung utama dari suksesnya Palu Jazz Festival #1.
Karena ini baru pertama, bintang tamu yang diboyong pada Palu Jazz Festival #1 kebanyakan masih berasal dari kota tetangga seperti Makasar, Pakarena Fusion dan MJP. Selebihnya musis Jazz Kota Palu seperti Maetro 01 dan Veky n’ Friends, sebenarnya hanya untuk memenuhi kebutuhan Palu Jazz Festival #1, band Jazz lokal adalah muka lama yang sering wara-wiri di invent seperti pagelaran musik (indor dan out-door), main musik di kafe dan penampilan musik pada tivi lokal. Noorsaid bersaudara sengaja disimpan oleh panitia pelaksana pada hari terakhir sebagai juru kunci dan mensahkan berdirinya PP sebagai EO yang akan konsen pada ivent Jazz.
Puncak acara 30 Agustus 2014 pukul 21.38 wita dimulakan dengan oleh Veky n’ Friends, penampilan Pakarena Fusion asal Makasar sangat membahana, istimewanya Pakarena Fusion pada Palu Jazz Festival #1 membawa lagu yang dibuat sebelum naik panggung dengan mengambil inspirasi keindahan pantai Talise, Pakarena Fusion sebagai Band Jazz yang telah eksis sepuluh tahun begitu paham dan hapal bagaimana cara menghipnotis dan menarik tepuk tangan penonton. MJP naik panggung, Andi Manggara sebagai tetua adat MJP mengambil alih panggung dan memperkenalkan satu persatu personil MJP. Membawakan musik genre ethno Jazz membuat MJP menjadi salah satu bintang Palu Jazz Festival #1, setelah leluasa dengan dua komposisi dijajal bersama alto Saxophone, Devian Zikri, MJP pada lagu berikutnya featuring dengan musisi jazz legendaris Idam Noorsaid.
Idam Norsaid terhitung hanya dua kali memegang bass itu pun hanya hitungan menit, pada yang pertama memperlihatkan skill bass yang memang sangat lihai dan mengundang decak kagum dari penonton yang didominasi oleh anak-anak muda. Idam Noorsaid sesungguhnya adalah musisi jazz dengan alat musik terompet, pada beberapa band project Idam Noorsaid memegang bass. Album kedua MJP, Idam Norrsaid terlibat menjadi additional musician dan mengisi suara terompet pada lagu Makasar Move dan Marencon Rencon, jadi dipanggung Palu Jazz Festival #1 bukanlah kali pertama MJP dan idam Noorsaid bertemu, ini adalah pertemuan sekian kalinya.
MJP, Idam Norsaid, Devian Zikri dan Imaniar menjadi puncak dari segala ritual Palu Jazz Festival #1, Imaniar tampil dengan anggun berhijab dengan busana berwarna oranye, meng take-over panggung Palu Jazz Festival #1. Tidak ada perubahan dari seorang Imaniar diatas panggung dalam membawakan lagu, masih tetap antraktif dan lincah dalam membloking panggung, masih dengan gaya “ Janet Jackson Indonesia” R&B yang funky pada 1989 zaman lagu Kacau yang meledak sejuta kopi. Ada empat lagu dibawakan oleh Imaniar tanpa cela, dengan umur yang sudah mau hampir setenga abad tidak merubah vokal dan stamina Imaniar menjadi turun, Imaniar tidak mengalami kesulitan berkomunikasi dengan penonton yang berjubel di depan panggung utama. Selama Imaniar berdendang, lagu yang menjadi hits tidak menjadi sing a long, maklum penonton yang didominasi anak-anak muda belumlah lahir ketika Imaniar sukses dengan karir solonya maupun dengan kakak kandungnya, Lidya Noorsaid, pada tahun 1985, penonton belia hanya ikut berguman dan menunggu komando dari Imaniar, referensi musik Jazz bagi penonton muda hanya diletakan pada skill mumpuni dari bass dan gitar.
Penutup
PP sebagai pelaksana Palu Jazz Festival #1 luput mendatangkan Zarro sebagai musisi Jazz kelahiran Kota Palu, kenapa harus Zarro? Musik Zarro berakar pada pop dan lebih lekat kepada unsur Jazz pada lagu mereka yang berlirik bahasa Kaili, Zarro bisa menjadi tuan rumah yang baik dalam memperkenalkan jenis alat musik tradisional milik Sulawesi Tengah seperti lalove dan gimba yang digunakan Zarro pada lagu mangge. Lewat Zarro juga akan membuka mata tetamu bahwa di Kota Palu punya ethno Jazz dan memiliki musisi Jazz yang eksis dipanggung nasional dan pernah menjajal Jak Jazz 2008.
Konsep Palu Jazz Festival kedepan ada baiknya mengambil sedikit konsep Jazz Gunung yang di gelar di gunung Bromo, konsep dasar musik gunung akan menjadi benang merah bagi pelaksanaan Palu Jazz Festival kedepan. Destinasi wisata yang ada di Sulawesi Tengah menjadi tepat pelaksanaan Palu Jazz Festival, menikmati musik dan mengarungi keindahan alam Sulawesi Tengah menjadi satu kesatuan. Satu ivent, double keuntungan, seperti danau Poso dan kepulauan Togean yang selama ini menjadi tujuan wisata dari luar negeri bisa menjadi uji coba pertama, penonton dari luar negeri sudah tersedia dan tinggal mengakali penonton lokal dengan menghadirkan seluruh musisi dan alat musik etnik dimana ivent sedang digelar. Dengan kosep demikian maka indsutri kreatif-pariwisata dan musik-akan tumbuh subur dan dieksplor lebih jauh. Pada manejemen ivent tidak perlu didesak dengan menampilkan seluruh cabang musik Jazz untuk ditampilkan, ethnic dan Fusion Jazz sudah mampu mendukung dari kosepsi ini, kalau ini kemudian digarap dengan serius akan menjadi satu paket wisata yang harus dikelola oleh pemerintah Provinsi dan menjadi agenda tahunan.***
(Penulis adalah Ketua Partai Rakyat Demokratik Sulawesi Tengah)
0 komentar:
Posting Komentar