Sebagian besar los dan kios di pasar Pasar Pucangsawit, Jebres,
Solo, tutup karena sepi pengunjung. (Foto: Solo Pos)
|
Pasar tersebut hingga detik ini masih sepi oleh pedagang maupun pembeli. Ada juga Pasar Windu Jenar atau Tri Windu yang juga bernasib sama. Pasar Ngarsopuro, Pasar Klitian, Pasar Nusukan semua juga mengalami nasib yang sama banyak kios kosong tidak ada pedagang. Jokowi juga memaksakan revitalisasi pasar Klewer. Padahal pasar tersebut masih layak dari sisi bangunan.
Bagi Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), standar sukses dalam mengelola pasar bukanlah di ukur dari Acara Kirab Boyongan atau megah tidaknya bangunan pasar. Tetapi, pada variabel yang jelas berupa tingkat keramaian pembeli dan besar kecilnya omzet para pedagang di pasar tersebut. Sayangnya, sampai hari ini Jokowi masih beranggapan bahwa faktor bangunan yang menjadi prioritas.
"Bila variabel itu yang dijadikan ukuran, maka apa bedanya membangun mal dengan membangun kos kosan," kritik Imam Hadi Kurnia selaku ketua bidang Organisasi DPP IKAPPI dalam rilisnya yang dikutip dari Rakyat Merdeka Online, Minggu (6/7/2014).
Mungkin beberapa waktu ke belakang Jokowi masih bisa menutupi kegagalannya tersebut sehinggga dapat terpilih sebagai gubernur Jakarta. Namun ternyata, Jokowi tidak belajar banyak dari kegagalannya dalam perlindungan dan pengelolaan pasar tradisional di Solo.
"Pedagang kaki lima yang direlokasi ke blok G )Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat) jelas-jelas telah dikorbankan oleh Jokowi atas nama pencitraan," tegasnya.
Jokowi, kata dia menekankan, tidak pernah mengungkapkan ke publik langkah-langkah kebijakan guna melindungi pedagang yang direlokasi agar mereka mampu bertahan karena pendapatan mereka pasti menurun.Kebakaran Pasar Senen blok 3, Jakpus, menurut Imam, fakta lain yang tidak terbantahkan bahwa Jokowi gagal dalam mengelola pasar.
Alasan Jokowi yang mengatakan korsleting listrik sebagai penyebab kebakaran memang terkesan lempar tanggung jawab, namun sesungguhnya menampar mukanya sendiri. Imam mengatakan, pembenahan instalasi listrik pasar harusnya menjadi tanggung jawab pengelola pasar yang tidak lain adalah Pemerintah Provinsi Jakarta.
"DPP IKAPPI tidak ingin pasar hanya menjadi panggung electoral namun dalam implementasi ternyata banyak kebobrokan Fakta pasar menjadi panggung electoral inilah yang sangat IKAPPI sayangkan dan mendorong untuk berbicara fakta.," jelas Imam.
DPP IKAPPI, imbuh Imam, juga menilai langkah Jokowi berbelanja di berbagai mal sebagai langkah yang menyakitkan bagi pedagang pasar tradisional dan bertentangan dengan apa yang bersangkutan gembar- gemborkan bahwa "ke mal cukup jalan jalan saja, tapi berbelanja ya harus di pasar tradisional". Seperti saat Jokowi berada di kampus UIN Syarif Hidayatullah Ciputat pada tanggal 20 Agustus 2013 dan di Universitas Paramadina pada 19 Februari 2014.
"Jelas ini bertentangan dengan komitmen Jokowi sendiri dan juga jargon IKAPPI 'Ayo...Kembali Belanja ke Pasar Tradisional'," tegasnya.[Rmol]
0 komentar:
Posting Komentar