Palu, (jurnalsulteng.com)- Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) di Sulawesi Tengah (Sulteng)saat ini telah mengalami kelebihan jumlah penghuni hingga dua kali lipat. Lapas Petobo misalnya, dari daya tampung hanya 200 orang, kini harus menampung hingga 400 orang.
Hal yang sama juga terjadi di Cabang Rutan Parigi Moutong. Dari kapasitas 60 orang dihuni 200 tahanan.
Melihat kondisi seperti itu, pihaknya selalu melakukan pendekatan dengan merangkul para narapidana. "Kami rangkul mereka (narapidana). Bahkan sampai-sampai kepala rutan tidur bersama tahanan," ujar Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulteng, Dwi Prasetio usai buka puasa bersama di Kantor Imigrasi Palu, Minggu (21/7/2013).
Ia mengatakan apa yang terjadi di LP Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara dua pekan lalu murni kecelakaan dan tidak terduga sebelumnya. Untuk mengantisipasi insiden itu tidak terulang di daerah lain termasuk di Sulteng, Prasetyo telah melakukan berbagai langkah antisipatif dan koordinasi dengan pihak terkait, terutama aparat keamanan.
Ia mengaku, jauh-jauh hari sebelum insiden di Tanjung Gusta, pihaknya telah menginstruksikan kepada seluruh kepala LP dan rutan di Sulawesi Tengah untuk melakukan antisipasi. "Jadi jauh sebelum meletus di Medan, kami sudah lakukan antisipasi. Tapi, bukan berarti kami mengetahui akan ada kejadian seperti itu," ia menjelaskan.
Prasetyo bahkan sudah mengunjungi LP dan rutan di sejumlah kabupaten dan berkoordinasi dengan aparat keamanan setempat. Aparat keamanan khususnya kepolisian, kata dia, sudah menyatakan kesiapan untuk membantu jika terjadi kerusuhan di lembaga pemasyarakatan atau rutan. Rencananya, Prasetyo juga akan bertemu dengan komandan Korem 132 Tadulako pekan depan terkait dengan langkah-langkah antisipatif tersebut.
Soal beredarnya pesan singkat yang berisi seruan untuk melakukan aksi bagi narapidana di seluruh Indonesia pada 16 Agustus mendatang, Prasetyo mengaku telah mengetahuinya meski tidak mempercayai isu tersebut. "Terus terang kami abaikan, tapi juga tetap waspada siapa tahu benar-benar terjadi," ujarnya.
sumber:tempo.co
Hal yang sama juga terjadi di Cabang Rutan Parigi Moutong. Dari kapasitas 60 orang dihuni 200 tahanan.
Melihat kondisi seperti itu, pihaknya selalu melakukan pendekatan dengan merangkul para narapidana. "Kami rangkul mereka (narapidana). Bahkan sampai-sampai kepala rutan tidur bersama tahanan," ujar Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Sulteng, Dwi Prasetio usai buka puasa bersama di Kantor Imigrasi Palu, Minggu (21/7/2013).
Ia mengatakan apa yang terjadi di LP Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara dua pekan lalu murni kecelakaan dan tidak terduga sebelumnya. Untuk mengantisipasi insiden itu tidak terulang di daerah lain termasuk di Sulteng, Prasetyo telah melakukan berbagai langkah antisipatif dan koordinasi dengan pihak terkait, terutama aparat keamanan.
Ia mengaku, jauh-jauh hari sebelum insiden di Tanjung Gusta, pihaknya telah menginstruksikan kepada seluruh kepala LP dan rutan di Sulawesi Tengah untuk melakukan antisipasi. "Jadi jauh sebelum meletus di Medan, kami sudah lakukan antisipasi. Tapi, bukan berarti kami mengetahui akan ada kejadian seperti itu," ia menjelaskan.
Prasetyo bahkan sudah mengunjungi LP dan rutan di sejumlah kabupaten dan berkoordinasi dengan aparat keamanan setempat. Aparat keamanan khususnya kepolisian, kata dia, sudah menyatakan kesiapan untuk membantu jika terjadi kerusuhan di lembaga pemasyarakatan atau rutan. Rencananya, Prasetyo juga akan bertemu dengan komandan Korem 132 Tadulako pekan depan terkait dengan langkah-langkah antisipatif tersebut.
Soal beredarnya pesan singkat yang berisi seruan untuk melakukan aksi bagi narapidana di seluruh Indonesia pada 16 Agustus mendatang, Prasetyo mengaku telah mengetahuinya meski tidak mempercayai isu tersebut. "Terus terang kami abaikan, tapi juga tetap waspada siapa tahu benar-benar terjadi," ujarnya.
sumber:tempo.co
0 komentar:
Posting Komentar