>
Headlines News :
Home » , , » Kompensasi MCP Murah Meriah, Ada Apa di Pemkot Palu?

Kompensasi MCP Murah Meriah, Ada Apa di Pemkot Palu?

Written By Unknown on Selasa, 19 Juli 2016 | 15.17.00

Inilah "Makhluk" MCP yang dibangun di areal Rumija dan diatas Drainase dengan kompensasi sangat murah ke Pemkot Palu. (Foto: DasiCentre)


Palu, Jurnalsulteng.com -  Anda biasa ke Makassar? Pernah ke Jalan Pettarani? Amati dengan seksama di sepanjang jalan ramai kota Daeng itu ada beberapa tiang MCP, yakni akronim dari Micro Cell Pole. Informasi yang dikutip dari Tabloid Palu Nomoni, khusus untuk sepanjang jalan itu, pihak provider merogoh koceknya ke Pemkot Makassar lebih Rp 1 miliar. Lantas mengapa di Palu begitu murah? Atau karena tidak adanya regulasi yang  jelas, sehingga diduga ada permainan? Kok hanya Rp 70 juta per permit/tiang MCP.

Sebelumnya agar pembaca paham dijelaskan dulu apa itu Micro Cell pole (MCP). “Makhluk”  MCP itu adalah jaringan bawah tanah atau kerennya disebut jaringan fiber optic. Ia pengganti dari menara macro atau selama ini dikenal BTS, yang menggunakan jaringan frekwensi udara. Fungsi MCP adalah penguat sinyal yang dikirim dari operator ke dan pengguna telekomunikasi handphone.

Bahkan terkait pembangunan MCP di Jakarta, Gubernur Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok sempat mencak-mencak karena menggunakan area Damija dan diatas drainase. Lantas kenapa di Kota Palu begitu mudah dan murahnya penggunaan lahan yang termasuk milik negara itu.

MCP adalah milik provider dan dibisniskan ke operator. Tiap MCP bisa melayani satu atau beberapa operator. Bisa dibayangkan berapa keuntungan bisnis provider tiap permit (tiang) MCP itu. Lantas mengapa ribuan pengguna operator di Kota Palu masih terkadang tidak terlayani signal yang maksimal? Mengapa pula retribusi pemerintah hanya 70 jutaan rupiah tiap permit dalam setahun. Apa benar ada MoU antara Pemkot dengan salah satu provider agar dapat menggunakan daerah milik jalan (Damija). Berhakkah Pemkot memberikan Damija di jalan-jalan berstatus jalan nasional? Apakah ini bukan jerat korupsi?
Salah satu pelaku provider Kota Palu, pada Palu Nomoni membocorkan hal dimaksud. Menurutnya patut diselidiki proses MoU yang merugikan daerah dan melanggar UU, utamanya terkait Damija nasional dan provinsi.

''Yang paham soal ini adalah Asisten dua, pejabat perizinan dan pejabat tata ruang. Apa dasarnya 70 juta per permit? Apa iya benar itu,'' ujar sumber ke kantor redaksi Palu Nomoni (21/6/2016).

Sumber mengatakan, MCP merupakan teknologi baru di Indonesia. Khususnya di Palu. ''Setahu saya sdh 10 site lebih yang berdiri & status on site sekitar 8 site di Kota Palu, Dengar-dengar sih itu project masuk saat PJS walikota,'' ujar sumber hati-hati.
Sementara provider pemilik MCP hanya memberikan konpensasi dengan menyumbang lampu jalan ke warga Palu. Tidak jelas berapa jumlah lampu dan di jalan apa saja lampu tersebut dipasang sebagai bentuk kompensasi pada Pemkot Palu.

Dengan memasang kedudukan site di Damija sehingga provider atau operator terbebas dari biaya harga lahan, sewa lahan dan konsekwensi lainnya. ''Kita tahu kan berapa harga sewa lahan di Palu. Hitung-hitung bisa jadi penghematan bagi perusahaan. Pemkot kok begitu longgar ada apa itu? Mana bisa PAD meningkat. Atau jangan-jangan ada kebijakan bawah meja,'' duga sumber serius.

Menindaklanjuti informasi itu, redaksi meminta keterangan pada salah satu staf Bagian Humas Sekot Palu, Candra. Via pesan singkat staf yang mantan di Postel itu menjelaskan beberapa hal. Seperti, ''Siang pak, untuk pembangunan bts dikota palu memang sy tw pak, krn dari 2011 sy staf postel, skrg dihumas, 1. Untuk biaya izin prinsip dimasing2 skpd terkait ada dasar hukumnya pak. 2. Kalau MCP kompensasi ke pemkot adanya retribusi pengendalian menara telekomunikasi,   sdgkan ke msyrkt baru sebatas penerangan lampu jalan,” ujar Candra via SMS.

Ditanya terkait permit, ia tidak tahu menahu. Biasanya pengembang atau provider  bicara langsung ke SKPD terkait. ''Saya hanya mengantar. Untuk pembangunan MCP pihak provider bekerjasama dgn pemkot, makanya menggunakan Damija, ada MoU antara pihak provider dan pemkot didalamnya tertuang mslh damija dan penerangan jalan. Yang sy tw baru provider TBG yg mempunyai MoU dgn pemkot.tx,'' katanya dalam pesan singkatnya yang lain.

Apakah anda tahu ada beberapa MCP liar? Sudah berdiri tanpa ada izin? Kenapa bisa melanggar MoU?  ''Sy kurang tw pak soalnya se tw sy sebelum MCP di terbitkan izin prinsip dan imbnya, terlebih dahulu harus dipresentasikan dihadapan pemkot, baru TBG yg presentasikan dipemkot zaman walikota yg lalu pak, dan kemarin pihak TBG sdh bertemu dengan pak sekda dimediasi oleh pak dede.'' Aku Candra lagi. Saat ditanya tentang nama Dede, Candra memperjelas yakni Dede Sakkung. “Yaa saat itu diantar Dede Sakkung,” ujarnya dari balik telepon.


Pihak provider atau pengembang TBG yang disebut Candra yang sudah MoU dengan Pemkot, melalui Riski enggan menjawab konfirmasi. Telepon dan SMS tak digubris. Sedangkan pengembang DMT (Dayamitra Telekomunikasi) belum dapat dikonfirmasi.

Sementara itu, para pihak terkait saat dikonfirmasi terkesan saling lempar tanggungjawab dengan dalih karena ada rekomendasi dan kewenangan dinas terkait. Salah satunya kepala Bidang Perizinan Ikhsan yang dikonfirmasi mengaku pihaknya mengeluarkan izin tersebut berdasarkan rekomendasi Dinas Tata Ruang.

“Izin yang kami keluarkan karena ada rekomendasi dari Dinas Tata Ruang. Untuk lebih jelasnya, nantilah kita ketemu dan  duduk bersama untuk  kita diskusikan persoalan ini. Saya masih di luar kota, nanti kalau sudah di Palu saya hubungi,” ujar Ikhsan via seluler, beberapa waktu lalu. Namun hingga saat ini Ikhsan tidak pernah menghubungi lagi sebagaimana janjinya.

Lain Ikhsan, lain pula Kepala Dinas Tata Ruang, Singgih. Jika Ikhsan berdalih karena rekomendasi Dinas Tata Ruang, Singgih justeru mengaku karena rekomendasi beberapa SKPD saat ditanya tentang keterangan dari Ikhsan.
“Ijin itu dikeluarkan berdasarkan rekomendasi dr beberapa skpd. Kami hny mngeluarkan imb stlh disetujui oleh dinas pu sebagai sbg penanggung jwb damija. Soal kompensasi itu bukan ranah kami utk membicarakan.Tks,” kata Singgih via layanan WhatsApp.

Selain itu, Singgih juga mengatakan izin pemasangan  Micro Cell berdasarkan rekomendasi Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo). “Soal microcellnya sendiri ada rekomndasi dr dishub,” imbuh Singgih singkat dalam jawabannya melalui layanan WhatsApp.(***)

Sumber; DasiCentre
Editor; Sutrisno

Share this article :

0 komentar:

Jurnalsulteng.com on Facebook

 
Developed by : Darmanto.com
Copyright © 2016. JURNAL SULTENG - Tristar Mediatama - All Rights Reserved
Template by Creating Website
Proudly powered by Blogger