(Baca Juga: Penanganan Longsor Kebun Kopi Diduga Menyalahi Mekanisme )
Hal ini dikatakan salah seorang konsultan tehnis di Dinas PU Bina Marga Sulteng. Konsultan yang enggan disebutkan namanya itu kepada Jurnalsulteng.com menuturkan, jika terjadi bencana alam longsor pada Pukul 07.00 WITA misalnya, maka tim turun ke lokasi kejadian dan melakukan hitungan berapa luasan longsor. Di ruas mana yang putus, kilometer berapa titik lokasi bencana dan berapa Jumlah material yang harus dikeluarkan. Jika sudah didapatkan penjelasan tersebut, maka sudah bisa dihitung berapa alat/jenis alat diturunkan dengan jangka waktu kerja. Termasuk menghitung mobilasasi alat sampai ke lokasi bencana.
"Dari kondisi bencana dengan tingkat parah, sudah bisa kita berasumsi untuk memberikan pengumuman dan pemberitahuan ke publik. Bahwa dalam jangka waktu sekian jam, jalan akan ditutup dan pada jam sekian akan dibuka kembali," urainya.
Lebih detail dijelaskannya, jika masa pembenahan memakan waktu lebih dari tiga jam dengan menggunakan alat excavator, hitungannya dalam sehari bisa keluarkan material sebanyak 300-350 meter kubik, dengan masa kerja dari pukul 8.00-17.00 WITA.
Jadi katanya sudah paling lama tiga jam tutup jika pekerjaan parah sekali. Berikutnya harus dibuka kembali bagi pengguna jalan.
"Sangat keliru jika longsor kebun kopi, pengguna jalan harus menunggu sampai 6-7 jam dalam sehari. Apalagi tidak ada papan informasi ke publik jadwal buka-tutup jalan," tegasnya.
Senada dengan konsultan, salah seorang mantan Pegawai PU Donggala Zainuddin, mengatakan, jika terjadi longsor di jalan yang aksesnya sangat tinggi bagi warga, maka pola pengerjaannya harus utamakan pelayanan dengan pembersihan material di badan jalan. Kecuali terjadi korban jiwa, maka diutamakan pengerjaan pencarian korban. Jika tidak ada korban, maka sebaiknya hanya membersihkan material yang menimbun badan jalan. "Bukan meng-cuting gunung yang bisa membuat makin penuh badan jalan," ujarnya.
Sebelumnya, salah seorang pengguna jalan H. Yusuf Borahima, juga menilai menilai proses penanganan bencana alam Kebun Kopi kali ini sangat keliru.
Menurut pengusaha asal Parigi Moutong yang punya pengalaman menangani pekerjaan bencana alam lebih dari 25 tahun ini menilai, proses pengerjaan yang dilakukan PJN Wilayah II kali ini bukan mementingkan cepatnya akses penggunaan jalan oleh publik. Tetapi penanganan bencana kali ini terkesan mengejar profit.
"Dari cara kerja alat berat yang dijalankan operator bukan untuk kepentingan publik, tapi mengejar profit (keuntungan)," ujar Yusuf kepada JurnalSulteng di lokasi longsor, saat menunggu antrian, Senin (12/1/2015) lalu.
Dikatakannya, jika kerja untuk kepentingan publik, pekerja hanya akan membersihkan material yang jatuh di badan jalan. Bukan meng-cuting material yang diatas gunung, yang mengakibatkan makin banyaknya material longsoran yang menimbun badan jalan.
"Harusnya bersihkan dulu material longsoran yang menimbun badan jalan, sehingga pengguna jalan bisa melintas. Mereka bekerja murni cari keuntungan dengan berlama-lama mengorek material," tegasnya.[Yus]
0 komentar:
Posting Komentar