UKM (Ilustrasi) |
"Mereka mengaku masih khawatir tak dapat bersaing dengan profesional negara ASEAN lain dalam menjual produk ketika MEA sudah diberlakukan," kata Erik di Jakarta, yang dilansir Antara, Senin (13/10/2014).
Kekhawatiran ini, menurut Erik, disebabkan oleh perasaan traumatik yang mereka hadapi ketika perjanjian ACFTA diberlakukan pada 1 Januari 2010.
ASEAN-China Free Trade Area merupakan kerja sama perdagangan bebas antara masyarakat Asosiasi Asia Tenggara dengan Tiongkok.
Di dalam kesepakatan tersebut terdapat kebijakan, dimana tarif masuk barang dikurangi hinggga dihapuskan menjadi nol persen sehingga produk Tiongkok membanjiri Indonesia dan berhasil menarik pangsa pasar lebih besar karena harganya murah.
"Sebaiknya pemerintah mempersiapkan regulasi yang baik terkait UMKM ini, sehingga mereka dapat dilindungi," ujar Erik.
Sebelumnya, dengan adanya perjanjian ACFTA pada 2010, produk Tiongkok atau China dapat lebih mudah dijumpai di pasar dan toko-toko.
Variasi barang dan harga yang lebih murah dibandingkan dengan produk dalam negeri membuat barang Tiongkok lebih diminati, sehingga masyarakat mulai meninggalkan produk lokal.
Hal ini kemudian membuat sejumlah UMKM harus gulung tikar akibat tak dapat bersaing ketika ACFTA mulai diberlakukan.[Ant]
0 komentar:
Posting Komentar