Ilustrasi |
Gugatan tersebut dilakukan karena Bupati Morowali dianggap telah merugikan petani pemilik lahan dengan melakukan revisi Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang tumpang tindih.
Para petani melalui kuasa hukumnya Sony M. Santoso Pidu, SH menyebutkan, Surat Keputusan (SK) Bupati Morowali Anwar Hafid Nomor: 540.2/SK-2006/DESDM/VI/2011 tentang revisi IUP operasi produksi PT Rehobot, mengakibatkan petani pemilik lahan kehilangan hak privasi berupa fee/royalty yang seharusnya mereka peroleh dari PT Rohobot. Sementara, dalam revisi IUP Nomor: 540.2/SK-2006/DESDM/VI/2011, lahan kelapa sawit seluas 26 hektar milik petani berubah jadi masuk dalam peta IUP PT Genba Internusa Resources, padahal sebelumnya lahan tersebut sudah masuk dalam IUP PT Rohobot.
Sebelum ada revisi IUP tersebut, para pemilik lahan yang tergabung dalam Kelompok Tani Mulia Jaya, telah melakukan perjanjian dengan PT Rehobot bersama mitra kerjanya yakni PT Sonosteel Indonesia Minning, bahwa kelompok tani pemilik lahan diberikan royalty sebesar Rp125 juta/bulan.
“Akibat SK revisi yang memperluas IUP PT Genba Internusa Resources itu, secara otomatis para pemilik lahan kehilangan Royalty dari PT Rohobot. Karena pemilik lahan tidak memiliki perjanjian dengan PT Genba Internusa Resources, yang lahan IUP-nya diperluas dengan memasukkan lahan petani yang sebelumnya masuk dalam IUP PT Rohobot,” terang Sony pada Jurnalsulteng.com di Palu, Sabtu (21/6/2014).
Karena itu kata Sony, para petani mengajukan gugatan perdata untuk meminta ganti rugi secara materil dan imateril. Kerugian materil para petani yakni Rp125 juta x 38 bulan (sejak terbitnya SK) tersebut sebesar Rp4,750 miliar. Sedangkan kerugian Imateril akibat SK tersebut, para petani menuntut ganti rugi sebesar Rp100 miliar. “Sehingga total gugatan yang diajukan para petani sebesar Rp104, 75 miliar,” kata Sony.
Ditambahkan Sony, sebelum mengajukan gugatan para pemilik lahan telah beberapa kali menyurat pada Bupati Anwar Hafid agar mengembalikan lahan mereka yang masuk dalam IUP PT Genba Internusa Resources, dengan cara mengeluarkannya dari peta IUP. Tetapi hingga saat ini tidak pernah mendapat tanggapan dari bupati. “Kurang lebih selama tiga tahun sejak terbitnya SK sewenang-wenang itu, para petani pemilik lahan mengalami kerugian karena kehilangan royalty yang seharusnya mereka terima dari PT Rehobot,” ujar Sony. (trs)
0 komentar:
Posting Komentar