[Ilustrasi] |
Pertama, realisasi pertumbuhan kredit perbankan sampai akhir Agustus 2015 telah menunjukan perlambatan sebesar 10,9 persen. Selain itu, trend laju inflasi juga sudah mengalami deflasi dalam dua bulan terakhir.
Indikator ini, menurut dia, memberikan ruang lebih terhadap kebijakan moneter BI untuk menurunkan tingkat suku bunga acuannya.
"Dari sisi pengamatan soal BI Rate, kita mempunyai ruang untuk memberikan stimulus dari sisi moneter terkait pelonggaran kebijakan," ujar Halim di Hotel Borobudur, Jakarta, Kamis (5/11/2015).
Menurut Halim, selama ekonomi global tidak memberikan dampak yang terlalu signifikan bagi ekonomi dalam negeri, ruang untuk menurunkan tingkat suku bunga acuan semakin besar.
Apalagi, dalam prospek jangka menengah, perekonomian dalam negeri saat ini dianggap belum menunjukan tanda-tanda krisis. Meski demikian, Halim mengakui bahwa secara umum, nilai tukar rupiah memang masih dalam tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Selama, ini kurs rupiah memang menjadi penyeimbang akses permintaan dan suplai di pasar valuta asing. Nanti kita tunggu saja bagaimana (kebijakan BI)," tuturnya.
Sekadar informasi, suku bunga bank sentral Indonesia masih bertahan di angka 7,5 persen selama sembilan bulan terakhir. Angka ini turun 25 basis poin dari suku bunga per Januari 2015 sebesar 7,75 persen.[Viva.co.id]
0 komentar:
Posting Komentar