Ilustrasi |
Kepala Bidang Hubungan Industrial dan Syarat Kerja pada Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Palu Maswati, mengatakan dialog itu dinilai lebih efektif untuk mengatasi seputar permasalahan kerja.
Dia mengatakan melakukan unjuk rasa itu sah karena diatur dalam perundangan namun pelaksanaannya tidak boleh menciderai oleh kekerasan dan aksi tidak simpatik.
"Jangan sampai unjuk rasa itu diboncengi oleh oknum yang akan membuat kekacauan," kata Maswati yang dilansir Antarasulteng, Sabtu (26/4/2014)
Dia mengatakan masalah perburuhan di Kota Palu saat itu masih banyak dan butuh waktu untuk menyelesaikannya.
Sejumlah permasalahan yang sering mengemuka adalah pemberian gaji tak sesuai upah minimum kota (UMK) atau pemberhentian hubungan kerja tanpa pesangon.
Saat ini UMK di Kota Palu sebesar Rp1.450.000, dan itu diduga belum banyak diterapkan di sejumlah tempat kerja di Kota Palu.
Tempat kerja yang belum menerapkan UMK itu pada umumnya memiliki karyawan sekitar 10 orang.
Sementara itu, Pengurus Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (SBSI) Sulawesi Tengah Karlan S Ladandu mengaku kerap mendampingi sejumlah buruh yang bermasalah seperti ketiadaan asuransi, pemecatan tanpa pesangon serta pemberian upah pekerja tak sesuai UMK.
"Jangan sampai nasib buruh dipermainkan oleh perusahaan, kasihan," katanya.
Saat ini SBSI Sulawesi Tengah beranggotakan sekitar 4.000 orang yang tersebar di sejumlah daerah di provinsi ini.(ant)
0 komentar:
Posting Komentar