Palu, jurnalsulteng.com- Limbah perusahaan tambang emas PT Matoa Ujung yang beroperasi di Bolano Lambunu Kabupaten Parigi Moutong, telah masuk ke saluran irigasi. Akibat tercemarnya saluran irigasi yang diduga mengandung zat kimia tersebut, petani mengalami kerugian dengan menurunnya hasil panen padi.
Hal tersebut dikemukakan Rifai Hadi, Manager Riset dan Kampanye Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Sulteng, dalam rilisnya pada Jurnalsulteng.com.
Disebutkan, jika sebelumnya petani di wilayah tersebut bisa menghasilkan padi lebih dari 3 ton/hektare, kini hanya bisa menghasilkan padi 1,8 ton/hektare.
Menurut Rifai, PT Matoa Ujung dibawah pimpinan A Ling asal Korea tersebut, juga meruntuhkan gunung Madoko, sehingga mencemari sungai “Raja Kering” yang selama ini berfungsi sebagai sumber air utama untuk persawahaan warga seluas kurang lebih 2001 hektare.
“Akibat aktifitas tambang ini, petani Lambunu banyak mengalami kerugian,” tutur Rifai.
Rifai menambahkan, dari hasil investigasi Jatam Sulteng, ditemukan kalau PT Matoa Ujung tidak memiliki Dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Padahal, hal ini secara tegas telah diatur dalam pasal 36 ayat (1) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Ini sudah masuk ranah pidana. Harusnya pihak kepolisian menindak tegas perusahaan tambang tersebut,” ungkap Rifai.
Disebutkan pula, di Lambunu, PT Matoa Ujung hanya berbekalkan Izin Eksplorasi, namun sudah berani melakukan kegiatan eksploitasi, bahkan surat teguran Gubernur Sulteng pun tak diindahkan.
Rifai juga mengatakan, setelah melakukan perampokan emas di Kecamatan Bolano Lambunu Kabupaten Parigi Moutong, PT Matoa Ujung ingin melakukan perampokan di Kecamatan Dondo Kabupaten Tolitoli.
PT Matoa Ujung sudah mengalihkan Bulldozer-nya di Desa Malomba Kecamatan Dondo, Tolitoli. Perusahaan tambang itu melakukan ekstraksi secara terbuka yang berakibat pada Environmental impact.
“Model-model demikian hampir sama di zaman kolonial. Artinya, korporasi pertambangan merampok sumber daya alam, tanpa memberikan royalti. Hal demikian merupakan suatu kerugian negara, sementara dampak dari aktifitas itu begitu terasa merugikan negara dan rakyat,” tuturnya.
Melihat fakta lapangan, Jatam Sulteng mengeluarkan dua sikap terkait operasi PT matoa Ujung. “Pertama, kami mendesak Polda Sulteng untuk mengusut tuntas atas pelanggaran yang dilakukan oleh PT Matoa Ujung. Kedua, Tolak Rencana PT Matoa Ujung yang akan merampok emas di Kecamatan Dondo, Tolitoli,” demikian kata Rifai.
Sementara itu, Firman Lapide yang selama ini diketahui sebagai salah satu Direktur PT Matoa Ujung membantah saat dikonfirmasi Jurnalsulteng.com via SMS. Dalam SMS-nya pada Jurnalsulteng.com Firman mengaku bukan sebagai Direktur di perusahaan milik A Ling tersebut. “mhon maaf pak sya bukan direktur matoa....direktur matoa ada pak sahrun...mhon silahkan hubungi beliau...tk,” demikian balasan SMS Firman pada Jurnalsulteng.com. (trs)
0 komentar:
Posting Komentar