ilustrasi tambang Morowali |
Direktur Jatam Sulawesi Tengah Syahrudin A Douw di Palu, Kamis (26/9/2013), menyebutkan di atas lahan kontrak karya pertambangan yang dikeluarkan pemerintah pusat juga ditemukan 43 IUP yang dikeluarkan oleh pemerintah Kabupaten Morowali.
"Ini menunjukkan bahwa kebijakan Pemkab Morowali tumpang tindih dengan keputusan pemerintah pusat," katanya.
Selain itu aktivitas pertambangan di Kabupaten Morowali banyak berada di wilayah hutan.
Saat ini terdapat lima perusahaan tambang yang melakukan aktifitas produksi di dalam kawasan hutan dan hingga kini belum memiliki izin pinjam pakai kawasan dari Kementerian Kehutanan.
"Anehnya ini terus dibiarkan oleh aparat penegak hukum," kata Syahrudin.
Lebih lanjut dia mengatakan terdapat aktivitas pertambangan yang berada di atas lahan perkebunan yang telah lama dikuasai oleh masyarakat.
"Hal itu bisa menimbulkan ketegangan antara masyarakat dan perusahaan," katanya.
Selain itu muncul pencemaran sumber air yang berdampak pada gangguan kesehatan masyarakat Morowali seperti di wilayah Ganda-Ganda dan Petasia.
Di Kabupaten Morowali sendiri terdapat 177 IUP dengan total areal penguasaan seluas 600.089 hektare.
Namun pengeluaran IUP tersebut diduga melanggar urutan standar sesuai yang ditetapkan oleh Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara.
Pemberian IUP harus melalui proses penentuan wilayah pertambangan, penetapan wilayah izin usaha pertambangan, dan pada tahap terakhir baru ada pemberian IUP. "Ini tiba-tiba ada IUP, kan aneh," katanya.
Sebelumnya mantan Sekretaris Daerah Kabupaten Morowali Syahril Ishak mengatakan pemberian IUP itu karena adanya lahan kontrak karya milik perusahaan tertentu tidak dimanfaatkan sehingga akhirnya diberikan kepada perusahaan lain demi meningkatkan pendapatan daerah.
Olehnya, Syahrudin juga mendesak kepolisian untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran pejabat Pemkab Morowali yang mengeluarkan IUP tidak sesuai prosedur.***
sumber;antarasulteng.com
0 komentar:
Posting Komentar