Ilustrasi |
"Presiden Jokowi tidak merinci lebih lanjut mengenai pajak di bidang apa yang bertumbuh dan mana yang tidak mengalami pertumbuhan. Ini tentu akan kita lihat rinciannya lebih lanjut," ujar Ahmadi di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015).
Lebih lanjut, menurut Ahmadi, jika melihat dari sisi penerimaan secara logika pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2016 tidak sebesar yang diasumsikan pemerintah yakni 5,5 persen. Hal ini dinilai dari pertumbuhan ekonomi sampai akhir semester II belum mencapai lima persen
Indikator makro ekonomi lain misalnya inflasi juga dinilai terlalu optimistis. Pemerintah menyetel inflasi dalam RAPBN 2016 di angka 4,7 persen, sementara, saat ini inflasi sudah lewat dari angka enam persen. Bahkan, di tahun ini angka inflasi bisa naik ke tujuh persen
"Ini juga salah satu yang saya kira sangat optimistis. Tapi kita lihat realisasinya di akhir tahun," tutup Ahmadi.
Berbeda dengan Ahmadi, anggota Komisi IX Muhammad Misbakhun menilai optimisme pertumbuhan ekonomi Indonesia harus diapresiasikan. Menurutnya, tim ekonomi pemerintah harus dituntut bekerja keras untuk meyakinkan pelaku ekonomi, sehingga mendapat respon positif oleh pasar
"Optimisme Presiden ini semoga disambut baik oleh pasar," ujar Misbakhun.
Politisi Partai Golkar itu menambahkan, dalam situasi seperti sekarang ini, Presiden harus bisa membangun optimisme masyarakat dalam menatap masa depan.
"Saya melihat Presiden ingin menjadi motivator kita saat keadaan yang tidak menentu, dan saya menilai Presiden ingin menghadapi tantangan ini bersama di tengah-tengah rakyat," pungkas Misbakhun. [***]
Sumber; Rmol
0 komentar:
Posting Komentar