Jakarta, Jurnalsulteng.com- Fraksi Partai Golkar dan Gerindra berencana menghapuskan pasal soal uji publik dalam Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah. Uji publik dianggap memperpanjang tahap penyelenggaraan Pilkada, ajang kampanye hitam, dan menyulitkan calon. (Baca: Peserta Pilkada akan Diuji Publik )
"Uji publik cuma buat ricuh. Golkar tak mau kalau cuma buat begitu. Seharusnya bisa diuji dari partai pengusung saja," kata Ketua Komisi Pemerintahan sekaligus politisi Partai Golkar Rambe Kamaru Zaman, yang dilansir dari Tempo, Selasa (27/1/2015). Wakil Ketua Umum Partai Golkar versi Musyawarah Nasional Bali Ade Komarudin mengatakan hal serupa. "Kita potong saja mata rantai money politik itu. Dengan Pilkada langsung semua orang menguji dia, tak perlu uji publik," kata Ade saat ditemui di Hotel Sultan.
Golkar berharap pemotongan tahap uji publik bisa mempersingkat proses Pilkada. Pasalnya, dalam Undang-Undang disebutkan uji publik dilakukan dalam waktu paling lambat tiga bulan sebelum pendaftaran calon gubernur, bupati dan walikota. "Pembentukan uji publik 1,5 bln dan uji publik selama 3 bulan. Usulan calon dari daerah setuju uji publik memakan waktu. Jgn sampai pembentukan uji publik memperlama Pilkada," kata dia.
Rambe menilai uji publik juga tak berwenang meluluskan calon. "Di mana kewenangan tim uji publik untuk meluluskan atau tidak? Cuma sertifikat saja. Relevansinya apa? Lebih baik serahkan pada parpol yang tahu calonnya atau pada KPU lewat debat terbuka," kata Rambe.
Anggota Komisi Pemerintahan Partai Gerindra Ahmad Riza Patria mengatakan uji publik bersifat rancu. "Sifatnya banci. KPU yang punya kewenangan bukan uji publik," kata dia.
Menurut dia, KPU berwenang meloloskan dan memvalidasi data, dan kompetensi calon. "Memang tujuannya baik untuk mengukur kompetensi tapi wewenang itu bisa dikasih ke parpol atau KPU," kata dia.[Tempo]
0 komentar:
Posting Komentar